Zona Aman Gorazde

Judul buku: Zona Aman Gorazde: Perang di Bosnia Timur 1992-1995
Penulis/komikus: Joe Sacco
Penerjemah: Ary Nilandari & Desti J. Basuki
Tebal: 244 hlm
Penerbit: DAR! Mizan
Tahun terbit: 2010

"Kupikir, kalau bisa, aku membunuh tiga saja dari mereka sebelum aku mati. Aku tidak rela ditangkap.... Harapan kami satu-satunya adalah bantuan dunia. Kami sudah menunggu berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Kami berharap PBB bisa menghentikannya... Tetapi, mereka tidak berbuat apa-apa." (Edin, penduduk Gorazde ~ halaman 172)

Mengingat Bosnia selalu ada nyeri di hati. Ya, saya tahu peristiwa ini telah berlalu, 20 tahun lalu. Saya juga hanya seorang pelajar SMA jelang kuliah yang kala itu menyimak tentang Bosnia dari koran dan majalah juga dari kakak pengajar bimbel, ribuan kilometer jaraknya dari negeri Balkan ini. Tapi 20 tahun bukan waktu yang lama. Kekejaman di luas batas kemanusiaan ini terjadi di masa modern. Di benua biru yang maju. Di sebuah negeri yang jaraknya hanya belasan jam dengan bus dari Muenchen, dari Wina, dari Milan, dari Zurich…. Kekejian itu terjadi karena obsesi manusia durjana, yang ingin sebuah negara hanya berisi ras-nya saja. Salah satu daerah yang menjadi ladang pembersihan adalah Gorazde.

Gorazde terletak sekitar 100 km dari Sarajevo, ibukota Bosnia Herzegovina. Kota kecil ini pada masa perang adalah safe area atau zona aman yang ditetapkan oleh PBB pada April 1993 selain Sarajevo, Zepa, Bihac, dan Tuzla. Kota-kota tersebut berada di bawah perlindungan unit pasukan perdamaian PBB, Unprofor. Tentang kota inilah Joe Sacco, kartunis dan jurnalis, berkisah melalui gambar.

Selama tiga setengah tahun Gorazde dikepung dan diserang Serbia. Warga Gorazde mengalami kengerian yang mungkin tak pernah mereka bayangkan.

Tetangga sebelah rumah membunuh anggota keluarga mereka. Teman bermain bola membakar rumah mereka. Penjual daging yang mereka kenal menggorok leher tetangga mereka. Sementara para wanita diperkosa dan dianiaya. Bahkan mereka dicokok di rumah sakit hanya berselang setelah mereka melahirkan. Bagaimana dengan anak-anak? Tak terkecuali. Banyak dari mereka dibunuh dan dibuang ke sungai. Gorazde hancur. Sementara PBB tak berbuat apa-apa. Bahkan Jenderal Rose, puncak pimpinan militer PBB di Bosnia berdalih mereka harus netral dan berpendapat jumlah korban dan kondisi di Gorazde telah dilebih-lebihkan (!!!).

Penduduk Gorazde yang tersisa dengan keterbatasan yang ada berusaha mempertahankan kota mereka. Edin, Izet, Riki, Dr. Alija Begovic, adalah beberapa dari warga Gorazde di mana Sacco mendapat kisah.

Kisah yang dituturkan Dr Alija misalnya, benar-benar bikin sesak. Ia dan petugas rumah sakit harus merawat dan melakukan operasi para korban dengan keterbatasan. Mengoperasi tanpa obat bius, mengamputasi dengan pisau dapur adalah sedikit dari kengerian yang terjadi di rumah sakit Gorazde. Dan kengerian-kengerian yang lain terus terjadi hingga para penduduk berpikir bahwa Gorazde akan musnah di hadapan dunia yang seakan berpangku tangan….

Membaca dan menyimak gambar demi gambar di buku ini benar-benar membuat dada saya sesak. Goresan Sacco yang detail dan kisah yang menyayat adalah perpaduan kesesakan itu. Saya seakan tak mau berpisah saat sampai pada lembar terakhir. Saya ingin tahu lebih dan lebih banyak lagi cerita mereka. Namun di satu sisi saya berharap jangan sampai kisah di Gorazde, kisah di Srebrenica, di Mostar, Sarajevo, terulang lagi. [Dee]

Comments