The Journey, From Jakarta to Himalaya

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Travel
Author:Gola Gong
Belakangan cukup banyak bermunculan buku-buku yang berkisah tentang pengalaman seseorang melakukan traveling. Sebut misalnya, The Naked Traveler (Trinity, C Publishing, 2007), Ciao Italia: Catatan Petualangan Empat Musim (Gama Harjono, GagasMedia, 2008), Keliling Eropa 6 Bulan Hanya 1000 Dolar (Marina Silvia K, Gramedia Pustaka Utama, 2008), Independent Traveling (Agung Basuki, Gramedia, 2007), juga Edensor (Andrea Hirata, Bentang Pustaka, 2007) yang merupakan buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi.

Buku-buku tersebut memuat pengalaman penulisnya menjelajah berbagai negeri. Marina Silvia menjelajah 13 negara di benua Eropa. Begitu juga dengan Andrea Hirata. Trinity dengan pengalamannya dari Asia, Eropa, hingga Amerika. Sedangkan Gama Harjono dengan seluk-beluk menyusuri Italia. Agung Basuki lebih heboh lagi, hingga kini sudah mengarungi 67 negara, 218 kota, di 5 benua.

Gaya penulisan buku para penulis di atas juga berbeda-beda. Marina dengan gaya refleksi diri dan dialog yang menitikberatkan pada sosial politik, agama, dan keberagaman. Trinity dengan gaya penulisan yang renyah dan segar. Agung dengan tips dan kiat aplikatif, dan Andrea dengan gaya perenungan dan analisis, plus bumbu satir dan humor di beberapa sisi.

Namun, sebelum buku-buku tersebut, Gola Gong, mungkin bisa dibilang termasuk backpacker awal Indonesia yang menuangkan perjalanannya dalam bentuk buku (perlu data lebih valid memang, tapi sepengetahuan saya, buku seperti ini memang belum banyak).

Buku ini merupakan daur ulang dari buku "Perjalanan Asia" (1993). Penulis serial legendaris Balada si Roy yang mengalami cacat (tangan kirinya diamputasi) sejak usia 10 tahun, kala itu menjelajah 8 negara selama 9 bulan. Dimulai dari Malaysia, kemudian Thailand, Laos, Bangladesh, India, Nepal, dan Pakistan. Dari September 1991 hingga Mei 1992.

Dibanding para backpacker masa kini, tentu pengalaman Mas Gong—panggilan akrabnya—backpacking, berbeda dengan para backpacker masa kini. Contoh sederhana, 16 tahun lalu negara-negara ASEAN masih memberlakukan visa. Juga kondisi geografis, sosial dan politik saat itu yang berbeda dengan masa kini, sedikit banyak menjadikan buku ini berbeda dengan buku-buku sejenis.

Yang pernah membaca Perjalanan Asia, tentu tak asing dengan tuturan Mas Gong dalam buku ini. Namun The Journey dibawakan Mas Gong melalui sudut pandang lain, yakni kilas-balik masa kini dan masa lalu. Tak heran, buku ini lebih tebal dan lebih bernuansa kekinian. Dimulai saat Mas Gong tiba-tiba mengalami rasa kaku pada seluruh tubuhnya dan harus dibawa ke UGD (di kemudian hari terdeteksi kalau Mas Gong menderita pengapuran tulang). Kemudian kenangan Mas Gong terhadap sang ayah yang jatuh sakit. Dan dari sanalah, Mas Gong “memulai” kisahnya menyusuri Asia. Dari semangat yang menyala-nyala untuk menjejak Asia, beragam pengalaman pahit-manis-dan mungkin-rasa tak jelas, hingga akhirnya kerinduan untuk kembali ke rumah. Dari berpura-pura gagu di Thailand Utara, kesepian di Nepal, hingga hampir dilecehkan laki-laki homo di Pakistan!

Bukan sekadar pengalaman backpacking penuh tantangan yang kita dapat dari buku ini. Namun, kita seakan “membaca” jejak hidup Mas Gong. Dimana dengan segala keterbatasan dan “kekurangan”nya, Mas Gong mengajari kita arti semangat dan berserah diri. Juga bukan hanya perjalanan geografis, namun perjalanan spiritual--yang pada akhirnya sampai di titik: bahwa ada perjalanan yang lebih hakiki, yang juga harus dipersiapkan lebih dari segalanya. Yakni, perjalanan menuju Allah dan itu perlu bekal. Dan Mas Gong pun menutup dengan: Aku harus membawa bekal untuk melakukan perjalanan kali ini. Aku tahu, bekal kali ini bukan ransel dengan segenap isinya, tapi bekal “apa-apa” yang sudah diperintahkan-Nya….

Judul: The Journey, From Jakarta to Himalaya
Penulis: Gola Gong
Penerbit: Maximalis (Salamadani), 2008
Tebal: 243 halaman

Comments

Post a Comment