To Kill a Mockingbird

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Harper Lee
Oke, ini novel lama. Terbit tahun 1960. Menang Pulitzer tahun 1961. Bahkan menjadi bacaan wajib sastra untuk anak-anak SMP (atau SD?) di AS. Dan saya baru baca beberapa bulan lalu, minjam pula dan belum dibalikin pula tuh novel. So what? hehe (tararengkyu buat Tante Vita pinjemannyah).

Novel klasik ini berkisah melalui sudut pandang Scout, gadis cilik tomboy berusia 6 tahun, yang aslinya bernama Jean Louise Finch. Bersama Jem (Jeremy Finch), abangnya, Scout melewati kehidupan dengan keriangan dan kenakalan (plus ketomboian) khas anak-anak. Sang ayah, Atticus Finch, adalah seorang pengacara. Ibu Scout dan Jem sendiri sudah meninggal. Atticus adalah model ayah yang moderat. Begitu menghargai pendapat anak dan menganggap anak bagai teman/sahabat. Kedatangan Dill Harris, bocah laki-laki tetangga sebelah yang tinggal bersama bibinya, membuat hidup Scout lebih berwarna.

Hingga suatu hari kehidupan mereka mulai berubah saat sang ayah membela Tom Robinson, pemuda kulit hitam yang dituduh memerkosa gadis kulit putih bernama Mayella, dari keluarga Ewell. Maka cerita pun berkelindan pada tema rasisme, juga prasangka (seperti termaktub pada cover buku terjemahan Qanita ini--Novel Klasik tentang Kasih Sayang dan Prasangka).

Bab-bab awal plot perjalan lambat. Tapi saya menikmati. Saya jatuh cinta pada kalimat-kalimat sederhana Lee. Tak perlu berurai dan berindah-indah. Simpel dan tak berlebihan. Mungkin juga karena point of view Scout, sehingga kisah pun bertutur seperti itu. Yang jelas andil penerjemah dan penyunting harus diakui donk (ehem ehem buat Femmy dan Antie ;)

Saya juga jatuh cinta pada tokoh-tokohnya. Terutama jatuh cinta pada karakter Scout yang tomboy, nakal, juga kritis. Pada tokoh Atticus, ayah yang tegas namun santai, cuek namun perhatian (nah lho!). Tokoh di novel ini buanyak banget, terutama tokoh figuran alias tokoh pembantu. Saya saja kadang sampai bingung. Selain tokoh utama (Atticus, Scout, Jem, Dill), tokoh-tokoh lain adalah: Calpurnia, Miss Maddie, Arthur "boo" Radley, Tom Robinson, Robert Ewell, Mayella, Aunt Alexandra, Mrs Henry Dubose, Judge Taylor, Heck Tate, Horace Gilmer, Nathan Radley, dan masih seabreg nama lain. Dengan karakter yang juga beragam, maka novel ini begitu berwarna.

Rasisme? Prasangka? Siapa bilang zaman sekarang sudah hilang? Bukankah bertambah pekat? Maka kisah bersetting Maycomb, Alabama di tahun 1930-an rasanya perlu selalu menjadi pengingat.

Quotes:

- "Dunia mau kiamat, Atticus! Lakukan sesuatu...!" Aku menyeretnya ke jendela dan menunjuk.
"Dunia tidak kiamat," katanya. "Itu hujan salju." (Scout pada Atticus, hlm. 128)

- "...Kau boleh menembak burung bluejay sebanyak yang kau mau, kalau bisa kena, tetapi ingat, membunuh mockingbird itu dosa." (Atticus pada Jem, hlm. 181)

- "Mockingbird menyanyikan musik untuk kita nikmati, hanya itulah yang mereka lakukan. mereka tidak memakan tanaman di kebun orang, tidak bersarang di gudang jagung, mereka tidak melakukan apapun, kecuali menyanyi dengan tulus untuk kita. Karena itulah, membunuh mockingbird itu dosa." (Miss Maddie pada Scout, hlm. 181)

Mau resensi lebih detil, bisa baca DI SINI

***

Penerbit: Qanita (2006)
Penerjemah: Femmy Syahrani
Penyunting: Berliani M. Nugrahani
Halaman: 566

Comments

  1. aku juga sangat sayang pada buku ini mbak dee ;))

    ReplyDelete
  2. aku juga suka banget bukunya. apalagi ngerjainnya bareng suami, hihihik... yang pertama ngerjain bareng tuh.

    Artikel yang di-link itu puanjang buanget yah.

    ReplyDelete
  3. Wah.. ini buku favoritku!
    Kalo belom, coba juga baca bahasa inggrisnya deh.
    Sayang kalau hanya baca terjemahannya aja, ada nuansa yang tidak tertangkap.

    Eh, tapi ini nggak mau bilang terjemahannya gak bagus ya Mbak Femmy (aduh takut dijitak mbak femmy deh *hehe*) tapi bagaimanapun, pindah bahasa pasti ada sesuatu yang 'hilang'.
    Hmm.. mungkin karena saya dah kadung cinta banget sama ceritanya, baca berkali-kali sampe setengah apal, jadi pas baca terjemahan jadi berasa beda gitu kali ya.

    Btw, iya, artikelnya panjang banget, udah kayak novel sendiri :)

    ReplyDelete
  4. Ngga apa-apa, urfah. Aku juga merasa terjemahan itu masih banyak kekurangannya. Ada beberapa kritikan yang masuk. Maklum, ini buku pertama yang kuterjemahkan lagi setelah lama vakum.

    ReplyDelete
  5. makasih mba dee..nambah lagi nih daftar bukunya :-)

    ReplyDelete
  6. Urfie betul, ya Fem
    *takut dijitak juga*
    Beda baca dalam bahasa asli dengan baca terjemahannya. Siapapun yang nerjemahin loh yaa.

    Pas terbiasa baca lima sekawan terjemahan, lalu baca bahasa aslinya, ada perasaan, 'oh, gini toh, sebenarnya....'

    so, mari terus membaca....

    ReplyDelete
  7. Setuju, Mbak Imun. Aku juga lebih suka baca bahasa aslinya daripada terjemahan. Barangkali semua orang yang menguasai bahasa asli, akan seperti itu ya, karena pasti lebih mengasyikkan. Apalagi kalau sudah pernah menerjemahkan, pasti lebih ngerasa lagi apa aja yang hilang dalam proses tersebut. (Makanya sekarang aku lagi asyik membaca ulang karya-karya Enid Blyton dalam bahasa Inggris, hehehe...)

    Tapi, biar bagaimanapun, karya terjemahan tetap punya tempat juga kan di dunia buku? Toh tak mungkin orang menguasai semua bahasa, dan karenanya tetap membutuhkan jembatan saat ingin membaca sesuatu yang bahasanya tak dia kuasai. (Seperti misalnya kita semasa SD dulu, waktu ingin baca Enid Blyton, hihihik...)

    Jadi kesimpulannya... Silakan pilih versi mana yang disuka, yang penting mah... baca, baca, bacaaaa.... ^.^V

    ReplyDelete
  8. SMP Mbak, ada yang SMA malah...Menariknya, Harper Lee bikin satu buku ini aja loh, setelah itu dia gak nulis fiksi lagi (CMIIW).

    ReplyDelete
  9. SMP Mbak, ada yang SMA malah...Menariknya, Harper Lee bikin satu buku ini aja loh, setelah itu dia gak nulis fiksi lagi (CMIIW).

    ReplyDelete
  10. Baru baca separuh dari bulan kemarin... gak maju-maju soalnya keseling sama buku-buku lain...

    ReplyDelete
  11. wah, dari dulu pengen banget baca, tapi selalu dapet buku yg terbitan jadul, jadi tulisannya kecil2 dan rapet2, pusing bacanya. Sekarang ada terjemahannya toh? wah, kudu dibaca nih.....

    *walaupun masih penasaran sama english versionnya*

    thanks atas reviewnya mbak dian!! :-)

    ReplyDelete
  12. mau dwonk disayang ama antie... *halah* hehe. saya juga sayang ama buku ini, harus ngeloksi neeh ;)

    ReplyDelete
  13. wah, kok gak dibilang2 ngerjain bareng suami, fem? *lagian kalo bilang2 juga gak kenapa2 hihi*
    iya panjang banget, dan leuangkaaappp! itu bukan resensi kayaknya hehe. seru juag sih bacanya.

    ReplyDelete
  14. Wajar banget menurut saya, Urfah, apalagi udah baca beberapa kali ampe setengah hapal (hebat euy, bisa hafal 250 halaman lebih hehe). Rasa bahasa sebuah buku pasti gak bakal bisa sepenuhnya sama saat diterjemahkan, oleh penerjemah paling oke sekalipun. Dan menurut saya terjemahan TKaM ini cukup bagus. Soale lagi bete banget baru baca buku yg saya pengen baca, eh terjemahannya jelek huhuhu (ntuuu, memoarnya Barack Obama)

    ReplyDelete
  15. iya neh, daftar buku nambah mulu yak, padahal yg belum dibaca aja masih serentet :)

    ReplyDelete
  16. mauuu dwooooonkk nyang asli, tante... ;p

    ReplyDelete
  17. Yup, bener, Mbak Sofie! Ada di resensi yang aku link tuh. Hebat ya, cuman sekali bikin buku tapi langsung keren! Mirip ama penulis Gone with the Wind kalo gak salah ya, Margareth Mitchell, dia juga cuman nulis satu itu. Ada sih dia nulis 1 lagi, tapi gak begitu jelas fiksi atau hanya memoar.

    ReplyDelete
  18. ah itu biasaaa, saya juga srg ngalamin hehe

    ReplyDelete
  19. diperpusku ada nih mba, mau? tapi terbitan jadul, jadi tulisannya kecil2 dan rapet2 :))

    ReplyDelete
  20. wuahh, gak mao ah wit kalo yg kecil2 en rapet2... belon baca udah puyeng hehe

    ReplyDelete

Post a Comment