Pernyataan Sikap Ode Kampung

Tanggal 20-22 Juli kemarin, Rumah Dunia kembali mengadakan acara Ode Kampung. Ratusan sastrawan dan penulis hadir. Berbagai acara diselenggarakan, seru dan menarik (meski saya cuma sempat 1 1/2 jam di sana, ngabsen doank deh kata anak-anak :D). Acara ditutup dengan pernyataan sikap.

FLP sendiri--tempat saya dan banyak teman beraktivitas--mendukung pernyataan sikap tersebut, NAMUN, FLP tidak hanya menolak dominasi satu komunitas tertentu saja. FLP juga menolak komunitas, sastrawan, penulis mana pun yang karya-karyanya mengedepankan eksploitasi seks sebagai standar estetika suatu karya sastra.

FLP juga tetap menjalin silaturahmi dengan komunitas mana pun, sepanjang garis pejuangannya memiliki pertalian dengan FLP. Visi dan misi serta garis perjuangan FLP sudah jelas. Menulis untuk mencerahkan dan mencerdaskan umat. Meski perjalanan FLP masih panjang, karya-karya FLP pun masih perlu banyak perbaikan dan kritikan.

(sebagian dari pernyataan di atas, diadaptasi dari postingan Koko di milist :)

Tentang acara Ode Kampung 2, bisa juga dilihat "laporan pandangan mata" beberapa pengurus FLP yang hadir, bisa baca DI SINI (ini tulisan yang cukup cerdas melihat pernyataan sikap) dan juga DI SINI.

Berikut pernyataan sikap yang saya copy-paste dari milist.

=======

Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung
Serang, Banten, 20-22 Juli 2007:

Kondisi Sastra Indonesia saat ini memperlihatkan gejala berlangsungnya dominasi sebuah komunitas dan azas yang dianutnya terhadap komunitas-komunitas sastra lainnya. Dominasi itu bahkan tampil dalam bentuknya yang paling arogan, yaitu merasa berhak merumuskan dan memetakan perkembangan sastra menurut standar estetika dan ideologi yang dianutnya. Kondisi ini jelas meresahkan komunitas-komunitas sastra yang ada di Indonesia karena
kontraproduktif dan destruktif bagi perkembangan sastra Indonesia yang sehat, setara, dan bermartabat.

Dalam menyikapi kondisi ini, kami sastrawan dan penggiat komunitas-komunitas sastra memaklumatkan Pernyataan Sikap sebagai berikut:

1. Menolak arogansi dan dominasi sebuah komunitas atas komunitas lainnya.
2. Menolak eksploitasi seksual sebagai standar estetika.
3. Menolak bantuan asing yang memperalat keindonesiaan kebudayaan kita.

Bagi kami sastra adalah ekspresi seni yang merefleksikan keindonesiaan kebudayaan kita di mana moralitas merupakan salah satu pilar utamanya. Terkait dengan itu sudah tentu sastrawan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat (pembaca). Oleh karena itu
kami menentang sikap ketidakpedulian pemerintah terhadap musibah-musibah yang disebabkan baik oleh perusahaan, individu, maupun kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, misalnya tragedi lumpur gas Lapindo di Sidoarjo. Kami juga mengecam keras sastrawan yang nyata-nyata tidak mempedulikan musibah-musibah tersebut, bahkan berafiliasi dengan pengusaha yang mengakibatkan musibah tersebut.

Demikianlah Pernyataan Sikap ini kami buat sebagai pendirian kami terhadap kondisi sastra Indonesia saat ini, sekaligus solidaritas terhadap korban-korban musibah kejahatan kapitalisme di seluruh Indonesia.

Kami yang menyuarakan dan mendukung pernyataan ini:

01. Wowok Hesti Prabowo (Tangerang)
02. Saut Situmorang (Yogyakarta)
03. Kusprihyanto Namma (Ngawi)
04. Wan Anwar (Serang)
05. Hasan Bisri BFC (Bekasi)
06. Ahmadun Y. Herfanda (Jakarta)
07. Helvy Tiana Rosa (Jakarta)
08. Viddy AD Daeri (Lamongan)
09. Yanusa Nugroho (Ciputat)
10. Raudal Tanjung Banua (Yogya)
11. Gola Gong (Serang)
12. Maman S. Mahayana (Jakarta)
13. Diah Hadaning (Bogor)
14. Jumari Hs (Kudus)
15. Chavcay Saefullah (Lebak)
16. Toto St. Radik (Serang)
17. Ruby Ach. Baedhawy (Serang)
18. Firman Venayaksa (Serang)
19. Slamet Raharjo Rais (Jakarta)
20. Arie MP.Tamba (Jakarta)
21. Ahmad Nurullah (Jakarta)
22. Bonnie Triyana (Jakarta)
23. Dwi Fitria (Jakarta)
24. Doddi Ahmad Fauzi (Jakarta)
25. Mat Don (Bandung)
26. Ahmad Supena (Pandeglang)
27. Mahdi Duri (Tangerang)
28. Bonari Nabonenar (Malang)
29. Asma Nadia (Depok)
30. Nur Wahida Idris (Yogyakarta)
31. Y. Thendra BP (Yogyakarta)
32. Damhuri Muhammad
33. Katrin Bandell (Yogya)
34. Din Sadja (Banda Aceh)
35. Fahmi Faqih (Surabaya)
36. Idris Pasaribu (Medan)
37. Indriyan Koto (Medan)
38. Muda Wijaya (Bali)
39. Pranita Dewi (Bali)
40. Sindu Putra (Lombok)
41. Suharyoto Sastrosuwignyo (Riau)
42. Asep Semboja (Depok)
43. M. Arman AZ (Lampung)
44. Bilven Ultimus (Bandung)
45. Pramita Gayatri (Serang)
46. Ayuni Hasna (Bandung)
47. Sri Alhidayati (Bandung)
48. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung)
49. Riksariote M. Padl (bandung)
50. Solmah (Bekasi)
51. Herti (Bekasi)
52. Hayyu (Bekasi)
53. Endah Hamasah (Thullabi)
54. Nabila (DKI)
55. Nanik Susanti (DKI)
56. Nurfahmi Taufik el-Sha'b
57. Benny Rhamdani (Bandung)
58. Selvy (Bandung)
59. Azura Dayana (Palembang)
60. Dani Ardiansyah (Bogor)
61. Uryati Zulkifli (DKI)
62. Ervan ( DKI)
63. Andi Tenri Dala (DKI)
64. Azimah Rahayu (DKI)
65. Habiburrahman el-Shirazy (Salatiga)
66. Ekky al-Maliky (DKI)
67. Wahyu Heriyadi
68. Lusiana Monohevita (Bekasi)
69. Asma Sembiring (Bogor)
70. Yeli Sarvina (Bogor)
71. Dwi Ferriyati (Bekasi)
72. Hayyu Alynda (Bekasi)
73. herti Windya (Bekasi)
74. Nadiah Abidin (Bekasi)
75. Ima Akip (Bekasi)
76. Lina M (Ciputat)
77. Murni (Ciputat)
78. Giyanto Subagio (Jakarta)
79. Santo (Cilegon)
80. Meiliana (DKI)
81. Ambhita Dhyaningrum (Solo)
82. Lia Oktavia (DKI)
83. Endah (Bandung)
84. Ahmad Lamuna (DKI)
85. Billy Antoro (DKI)
86. Wildan Nugraha (DKI)
87. M. Rhadyal Wilson (Bukitingi)
88. Asril Novian Alifi (Surabaya)
89. Jairi Irawan ( Surabaya)
90. Langlang (serang)
91. Randhawa (Serang)
92. Muhzen Den (Serang)
93. Renhard Renn (Serang)
94. Fikar W. Eda (Aceh)
95. Acep Iwan Saidi (Bandung)
96. Usman Didi Hamdani (Brebes)
97. Diah S. (Tegal)
98. Cunong Suraja (Bogor)
99. Muhamad Husen (Jambi)
100. Leonowen (Jakarta)
101. Rahmat Ali (Jakarta)
102. Makanudin RS (Bekasi)
103. Ali Ibnu Anwar ( Jawa Timur)
104. Syarif Hidayatullah (Depok)
105. Moh Hamzah Arsa (Madura)
106. Mita Indrawati (Padang)
107. Suci Zwastydikaningtyas (Bandung)
108. Sri al-Hidayati (Bandung)
109. Nabilah (DKI)
110. Siti Sarah (DKI)
111. Rina Yulian (DKI)
112. Lilyani Taurisia WM (DKI)
113. Rina Prihatin (DKI)
114. Dwi Hariyanto (Serang)
115. Rachmat Nugraha (Jakarta)
116. Ressa Novita (Jakarta)
117. Sokat (DKI)
118. Koko Nata Kusuma (DKI)
119. Ali Muakhir (bandung)
120. M. Ifan Hidayatullah (Bandung)
121. Denny Prabowo (Depok)
122. Ratono Fadillah (Depok)
123. Sulistami Prihandini (Depok)
124. Nurhadiansyah (Depok)
125. Trimanto (Depok)
126. Birulaut (DKI)
127. Rahmadiyanti (DKI)
128. Riki Cahya (Jabar)
129. Aswi (Bandung)
130. Lian Kagura (Bandung)
131. Duddy Fachruddin (Bandung)
132. Alang Nemo (Bandung)
133. Epri Tsaqib Adew Habtsa (Bandung)
134. Tena Avragnai (Bandung)
135. Gatot Aryo (Bogor)
136. Andika (Jambi)
137. Widzar al-Ghiffary (Bandung)
138. Azizi Irawan Dwi Poetra (Serang)

Comments

  1. siap pilih nomor atu :)..... kok nga nyambung yah :)

    ReplyDelete
  2. wooii, mat... mane alamatnye yg lengkap?? bungkusannya masih blm berubah tuh sejak paketnay dibalikin tiki.

    ReplyDelete
  3. kampanye nih yee...
    kalo suara mas dudi mo sah, coblos 1 saja, jangan 2, haha!

    ReplyDelete
  4. betul kalo 2 ngak sah he...he.....

    ReplyDelete
  5. wah...bukunya balik lagi ya ? hehe... ke alamat rumah saya aja deh kalo gitu

    di

    Kel. Kalianyar Rt.014 Rw.001 no 13
    Kec. Tambora - Jakarta Barat 11310

    ditunggu :D

    ReplyDelete
  6. kayaknya alamat ini jg blm lengkap deh, jalannya apa??
    yg lengkap yee, bair kagak balik lagihhh

    ReplyDelete
  7. banyak juga yg dateng ya .... biar bukan penulis aku ikutan dukung yg diatas juga deh !.

    ReplyDelete
  8. ganbatte!! *sambil ngirup kopi...*

    ReplyDelete
  9. siiip... ! makasih banyak mbak etty... :)

    ReplyDelete
  10. di salah satu postingannya, teman kita berubah nama jadi Manik lhoo...

    ReplyDelete
  11. itulah, tantee... daku cukup baik hati untuk memperbaiki di postingan ini, ampir aku ganti jadi menik susanti, kikiki.
    HP 7, HP 7... udah selese belon?? daku samperin deh ke rumah! ;)

    ReplyDelete
  12. hehe, tentu, ndah! akhirnya kopdar ama endah juga yak, emsti sebentar :D

    ReplyDelete
  13. kirain onde-onde mbak dee qeqeqe :p

    ReplyDelete
  14. langkah yang maju u sastra indonesia ke depan

    ReplyDelete
  15. batasannya eksploitasinya gimana mba dee? krn banyak loh..jd lebih dijelasin batasan eksploitasi seks disini....biar banyak yg nggak salah mengerti..

    Owe dukung mba dee :) terutama point nyang ini....^_^

    ReplyDelete
  16. Mbak Deeyand, komunitas mana yang mencoba 'mendominasi' komunitas lain? Hari gini masih bisa dominasi-dominasian? Dan bagaimana cara komunitas itu 'merumuskan' standar sastra dan estetika menurut ideologinya? Juga, apakah 'pendobrakan' dominasi itu bisa dilakukan melalui 'pernyataan sikap' seperti ini? Mohon pencerahan :P.

    kucing

    ReplyDelete
  17. Konteksnya apa sih? Saya juga penasaran, ada apa sebenernya? *pertanyaan o'on banget*

    ReplyDelete
  18. pertanyaanku sama kek pertanyaan kucing kembar dan dialogkecil, tolong jelasin dong! *maklum bolot* :D

    ReplyDelete
  19. Eee, Mbak Kucing... piye kabare? ;)
    Soal dominasi, sinyalemen itu keluar karena sebagian peserta ode yang hadir merasakan bahwa ada sebuah komunitas yang mendominasi. Bahwa komunitas itu sekarang menguasai DKJ dsb (salah satu cara komunitas tsb merumuskan standar dan etika mnrt ideologinya). Bahwa komunitas tsb mengusung kebebasan ekspresi yang bablas (baca mengedepankan seks dalam karya2nya). Lantas dibuatlah pernyatan sikap tsb.

    Nah sikap FLP sendiri kalo mengenai karya yang mengedepankan seks (yang tak senonoh) emang dari dulu udah jelas, gak setuju. FLP juga gak setuju kalo sebuah kelompok mendominasi, tapi juga gak setuju bila kelompok lain juga memojokkan. Khawatir misalnya itu hanya lontaran kekecawaan karena tak "mendapat tempat" di dewan, ini misalnya lho. So, FLP mendukung pernyataan sikap tsb, tapi tidak terbatas satu komunitas saja. Komunitas lain misalnya yang sering menelurkan karya tak senonoh, karya yang meresahkan, ya akan kita protes. Tapi yang lebih penting lagi, dalam melawan sesuatu FLP lebih melakukan kerja nyata (lawan karya dengan karya). Jadi pernyataan sikap sebuah elemen pendukung saja begitu. Ada elemen2 lain yang perlu dilakukan dan juga sama pentingnya.

    So, pernyataa sikap emang gak serta merta dapat mendobrak sebuah dominasi, cing, tanpa ada aksi lain yang perlu dilakukan. Begetoo... :)

    ReplyDelete
  20. secara detil emang harus dirumuskan lagi (kayak RUU APP aje :), tapi contohnya nih menampilkan adegan *maap* perkelaminan dengan verbal (gak dengan metafora yang bagus). adegan tak senonoh lain, banyak sih contohnya ve.

    ReplyDelete
  21. Hehehe... konteksnya dalam rangka protes terhadap sebuah komunitas yang menguasai DKJ, kayaknya. Trus nyambung ke soal sastra seks. Tapi teman2 di FLP sendiri sempat mempertanyakan komunitas yang menolak dominasi komunitas lain itu, sebab dalam sebuah jurnal komunitas itu juga menampilkan isi yang risih dibaca.

    Ini aku kutip teman yang hadir lama ya, Mbak. Soalnya aku gak penuh hadir pas diskusi.
    =======

    Saya hanya sedikit heran. Kenapa ya mereka terus menerus memojokkan KUK yang katanya pusat Sastra Kelamin. Padahal niihhh kalo saya baca buletin boemiputra isinya jorok juga. Saya risih membacanya. Haruskah jika kita tak menyukai seseorang, kita memakai kata-kata tak pantas untuknya? Dan cerpennya pun tak beda isinya dengan cerpen orang-orang KUK. Eksploitasi seks. Jadi maksudnya apa? Bukankah dengan terus menerus memojokkan KUK berarti telah melakukan arogansi komunitas?

    Jadi buat apa pernyataan itu dibuat? Melainkan menjadi sebuah pernyataan dari barisan sakit hati akibat jatuhnya Dewan Kesenian Jakarta ke tangan Gunawan Muhammad yang notabene bagian KUK Dan secara otomatis pula dana dari pemerintah yang jumlahnya milyaran jatuh ke tangan mereka. Beberapa orang mundur dari DKJ. Lalu kita mengangkat hal ini dengan sebuah diskusi yang berujung pernyataan, diantaranya menolak eksploitasi seks dalam suatu karya sastra.

    Bagaimana jika keadaan sebaliknya, jika saat ini orang-orang yang menulis di buletin boemiputera itu mendapat posisi enak di DKJ dan mendapat uang banyak dari pemerintah, apakah akan peduli pada eksploitasi seks dalam karya sastra?

    ReplyDelete
  22. kikiki... silakan baca di bawah ya mbak...

    ReplyDelete
  23. Oh.... Tetap belum jelas buat aye, komunitas ini identitasnya apa? Kagak ditunjuk sih, hidungnya! :D Tapi nggak apa, aye bisa bongkar-bongkar google untuk melihat hidung siapa saja yang ada di DKJ. Ehehehehhehe....

    Trims ya.

    tambahan:
    oh... baru baca bagian belakangan. Orang-orang KUK? Ahahahahahhahahahh.... Capek deeeeeeeeh..... Deeyand, mungkin ada hikmahnya DKJ diambil mereka, secara kalau kita mau bicara 'kesenian' yang Islami, mungkin tempatnya memang bukan di situ.

    ReplyDelete
  24. KUK itu Komunitas Utan Kayu ya? :D

    ReplyDelete
  25. mungkin mbak, toh ada banyak tempat lain kita bisa bicara :)
    tapi komunitas yg sangat protes dgn dominasi kuk itu bukan yg islami malah lho mbak... :)

    ReplyDelete
  26. wah... kalau begitu, teruskan dong ceritanya..... :)

    *kucing ngglosor mendengarkan deeyand*

    ReplyDelete
  27. *kucing dongeng ama kucing*
    jadi gini, cing... ada sebagian yang di acara kemarin itu cukup keras ama kuk. misalnya soal sastra seks, pdhl di satu sisi di jurnal yg mrk terbitkan juga ada yg bebrau kayak gitu (gak konsisten kan?). tapi ya kita tetep sangat menghargai, mudah2an beneran bisa konsisten abis ini.
    itulah kenapa flp berhati2, gak mo arogan juga u/ memojokkan satu komunitas. khawatirnya kita berkoar2 krn "sirik" aja gituh. padahal kan kita gak mo gituh.

    ReplyDelete
  28. oh, begitu....
    ini cerita dalam bentuk ringkasan. :) trims ya :)

    ReplyDelete
  29. He..he...iya mba...mungkin cara kita dengan sastrawan2 boemiputera itu beda walo tujuannya nyatanya sama (entah tujuan tersamarnya).

    ReplyDelete
  30. http://artculture-indonesia.blogspot.com

    Pernyataan Sikap Bonnie Triyana

    Dengan ini saya menyatakan menarik keterlibatan saya dari Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung, yang ditandatangani pada 21 Juli 2007 di Serang, Banten. Saya buat keputusan ini setelah mencermati kontroversi, yang berkembang soal Sastrawan Ode Kampung di satu pihak, yang dihadapkan dengan Komunitas Utan Kayu, di pihak lain.

    Sebuah perdebatan seyogianya mengedepankan semangat pencarian terhadap kebenaran atau pembaruan yang bisa membawa perubahan lebih baik bagi masyarakat.

    Kontroversi di beberapa mailing list dan surat kabar ini, menurut hemat saya, tidak konstruktif bahkan menjalar kepada tindakan insinuatif terhadap beberapa orang. Ini satu hal yang harus dihindarkan dalam diskusi intelektual.

    Saya memutuskan menarik diri dari Pernyataan Sikap Sastrawan Ode Kampung.

    Jakarta, 11 Oktober 2007

    Bonnie Triyana

    ReplyDelete
  31. Rumah Dunia yang jadi tempat Ode Kampung kan di Serang, Tangerang? Kenapa tidak nyerang Dewan Kesenian Serang atau Tangerang? Lha jauh tho dari Serang kok nyerang DKJ. Piye iki..mbok bikin acara saja di Dewan Kesenian Serang atau Dewan Kesenian Tangerang. Kalau belum ada, minta Bu Gubernur untuk membikinkan. Gitu aja kok repot!!!!

    ReplyDelete

Post a Comment