My Journey through Postpartum Depression

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Brooke Shield
Postpartum Depression (PpD), atau depresi pasca-melahirkan. Mungkin bukan istilah yang terlalu akrab di telinga kita. Beda dengan baby blues yang lebih familiar dan sepertinya cukup banyak dialami oleh para ibu yang baru melahirkan.

Saya sendiri belum lama ngeh dengan PpD. Sebelumnya dengar-dengar aja ada istilah ini. Sejak nonton Oprah show yang menampilkan Brooke Shield jadi lebih tahu (makanya penasaran sama buku ini).Kemudian lebih ngeh lagi saat heboh kasus seorang ibu di Bandung yang membunuh ketiga anaknya tahun lalu (masih ingat kan?). Saat itu saya sempat mengikuti beberapa diskusi tentang kasus ini. Ada yang bilang si ibu mengidap kelainan jiwa, kesulitan ekonomi, hingga depresi. Nah, yang terakhir ini menarik perhatian, karena diskusi kemudian mengarah pada PpD. Dicontohkan pula kasus Andrea Yates (ada juga di back cover buku ini), seorang ibu di Amerika yang membunuh lima anaknya dengan cara ditenggelamkan di bak mandi. Saya pun lebih cenderung kalau ibu di Bandung itu mengidap PpD. Kalau nggak salah akhirnya beliau dibebaskan, nggak jadi dihukum, cmiiw.

PpD sendiri mencakup sekelompok penyakit. Ada baby blues, yang umum menimpa para ibu; perubahan mood yang dialami penderita ini tidak parah, dan biasanya tidak berlangsung lama—dari beberapa hari hingga dua minggu [hal. 188]. Ada juga depresi pascamelahirkan. Nah, ini nih yang dialami Brooke. Yang lebih parah dari penyakit depresi pascamelahirkan adalah psikosis pascamelahirkan. Penderita jenis PpD ini bisa menjadi paranoid, mengalami delusi dan halusinasi, dan kehilangan kontak dengan kenyataan. Bahkan mereka bisa menyakiti diri sendiri (bunuh diri) atau juga membunuh bayinya, Fuiihh, sepertinya ini yang dialami oleh Ibu AK di Bandung.

Lantas apa penyebab PpD? Sampai sekarang para belum ada konsensus penyebab pasti penyakit ini. Namun ada beberapa hal yang disinyalir menjadi pemicu, antara lain:
- Perubahan hormonal yang terjadi dengan cepat pada saat persalinan. Kebayang ya, persalinan kan pertaruhan hidup dan mati, belum lagi berbagai emosi seperti apakah anak saya akan lahir sempurna, gimana kalau saya mati saat melahirkan, dst.
- Kurang tidur
- Kehamilan yang sulit
- Komplikasi ketika persalinan (baik yang menimpa ibu atau si bayi).
- Tidak adanya dukungan sosial yang cukup.
- Masalah dalam pernikahan.
- Riwayat depresi
- Perubahan besar yang terjadi dalam hidup sang ibu (misal: perceraian, kematian, pekerjaan baru, pindah rumah, dsb).

Yang bikin “ngeri”, PpD bisa terjadi tanpa ada hal/peristiwa yang memicu! [hal 184]. Waaaa!

Brooke Shield sendiri mengalami pemicu-pemicu seperti di atas. Ia mengalami perceraian (dengan Andre Agassi), menikah kembali dengan Chris Hency (seorang komedian), terapi memperoleh keturunan yang menghabiskan banyak energi, keguguran, wafatnya sang ayah (2 minggu sebelum ia melahirkan dan Brooke sangat ekat dengan ayahnya), sahabat yang sudah seperti kakak sendiri bunuh diri, plus mengalami pendarahan parah saat melahirkan (hampir-hampir rahimnya diangkat). Saat Rowan lahir, bukannya merasa bahagia, Brooke malah sedih berkepanjangan. Ia tak bisa mencintai bayinya sendiri, sering menangis (bahkan lebih sering dibanding sang bayi!), hingga berpikir untuk bunuh diri.

Sebelumnya Brooke benar-benar tak percaya dia bakal mengalami PpD. Bagaimana mungkin seorang Brooke bisa terkena depresi pascamelahirkan? “Aku menganggap diriku sebagai seorang yang berpendidikan tinggi dan berwawasan luas.” Penyangkalan tersebut untung tak berlangsung lama. Brooke menyadari bahwa ia harus lepas dari kondisi tersebut. Brooke pun berjuang untuk menyembuhkan dirinya.

Tentu Brooke tidak sendiri. Dan di sini pentingnya, it takes a village, mungkin ini istilah pas. Sebab banyak kasus ibu yang mengalami PpD tingkat parah karena tidak ada dukungan, baik dari keluarga maupun lingkungan sosialnya. Brooke sendiri dapat dukungan dari:
- Suami  Halooo, bapak-bapak, penting banget nih mengamati kondisi emosional sang istri (baik pas lagi hamil maupun setelah melahirkan. Yah sebenarnya mah sepanjang hidup). Chris Hency, suami Brooke, adalah pendukung utama Brooke dalam mengatasi depresi pascamelahirkan.
- Sahabat  Brooke sering curhat pada beberapa sahabatnya. Meski tak langsung menyelesaikan masalah, namun sahabat-sahabatnya dapat merasakan apa yang sedang dialami dan memberi saran-saran kepadanya. Saya sering mendengar teman yang sudah menikah bilang: “Sahabat saya sekarang adalah suami saya.” Ehm, nggak salah sih, tapi percayalah, punya sahabat cewek akan sangat membantu kita, lebih merasakan yang biasa cewek alami. Jadi ibu-ibu... jangan sampai nggak punya teman dekat ya. (Huhu, siapa yang mau jadi teman dekatku?)
- Keluarga
- Lingkungan  Dalam sebuah perjalanan ke LA, Brooke bertemu dengan Kate Lear dan suaminya, Jonathan LaPook. Jonathan memperhatikan Brooke dan bertanya apakah ia baik-baik saja. Ternyata istri Jonathan, Kate, pernah mengalami PpD dan berjuang melawan penyakit tersebut selama 2 tahun. Kate pun bercerita tentang pengalamannya dan berjanji mengirimi Brooke artikel tentang PpD yang ia tulis. Saat itu Brooke masih belum mengakui bahwa ia kemungkinan besar mengidap PpD. Namun di kemudian hari artikel Kate membantunya untuk menyembuhkan diri.

Yang perlu digarisbawahi, PpD biasanya dirasakan seorang ibu dalam waktu seminggu setelah persalinan, tetapi bisa juga baru muncul hingga setahun setelah persalinan (ketika seorang ibu berhenti menyusui atau mulai mendapatkan menstruasi lagi). Ibu AK di Bandung membunuh ketiga putranya, dan putra terkecil usianya sekitar 9 bulan (berarti saat itu sang ibu dalam masa menyusui). PpD juga dialami oleh 10-20% wanita  itu artinya 1-2 dari 10 wanita.


Hmmm... secara keseluruhan My Journey through Postpartum Depression (MJtPpD) adalah buku yang oke. Reccomended deh. Penuturannya sendiri sih biasa, tapi cukup lancar dan fokus, dan lumayan kocak. Brooke sering menyelipkan komentar lucu, bacanya jadi segar. Gaya bertutur ala curhat membuat kedekatan emosi dengan apa yang ia tulis. Di bab-bab awal misalnya, saya begitu merasakan usaha dan perjuangan Brooke memperoleh keturunan.

Brooke mengalami kesulitan kehamilan disebabkan perubahan yang terjadi pada leher rahim (beberapa tahun sebelumnya ia pernah menjalani operasi pengangkatan tumor). Luka akibat operasi tersebut menyebabkan leher rahim Brooke menyempit dan jauh memendek. Brooke dan Chris pun memutuskan untuk mencoba inseminasi buatan. Usaha ini gagal. Benih yang ada di rahim Brooke tidak berkembang dan harus dikuret. Mereka kembali mencoba usaha lain, yakni in vitro fertilization (IVF) alias bayi tabung. Menjalani IVF berarti mengikatkan diri pada prosedur panjang yang melelahkan, yang mencakup obat-obatan, suntikan, dan pembedahan. Salah satunya adalah memasukkan jarum kecil ke balik permukaan kulit paha, setiap malam selama beberapa minggu. Tentu ada efeknya. Belum lagi prosedur lain seperti menempelkan koyo estrogen, rutin periksa darah, dsb. Duh, perjuangan yang sangat berat. Nggak heran, Brooke tak percaya bila dia menderita PpD setelah perjuangan panjangnya memperoleh anak. Sederhananya: Gue udah capek-capek ngusahain anak, kok bisa gue benci ama anak sendiri?!

Di bab-bab selanjutnya Brooke lebih banyak berkisah mengenai kondisi PpD yang ia alami. Bagaimana ia berjuang untuk menyembuhkan diri sehingga akhirnya dapat terlepas dari PpD.

Tapi ada sedikit kekurangtelitian nih. Di halaman biodata penulis disebutkan, Brooke lulusan Sastra Inggris Princeton University, tapi di dalam disebutkan Sastra Perancis? Wayooo, penerbit, mana yang bener neh? ;). Terus cover bukunya bagus sih, tapi kok ngeliat cover asli lebih seger ya, lebih klop ama judul buku. Cover terjemahan kok agak “kaku” ya menurut saya.

Data buku:
Judul: My Journey through Postpartum Depression = Kisah Nyata sang Bintang Melawan Depresi Pascamelahirkan
Diterjemahkan dari: Down Came the Rain
Penulis: Brooke Shield
Penerbit: Qanita
Tahun: 2007
Halaman: 290

Comments

  1. wah keren banget infonya neh...coba kalau ibu bandung ngempi dan baca review mba diian ya.....*menghayal*

    ReplyDelete
  2. jadi Ppd ini sama ama baby blues ya mbak?

    ReplyDelete
  3. Wallahu'alam juga ya, mbak, apakah benar si ibu menderita PpD (kayaknya sih kalo dari tanda2nya). Tekad yang kuat plus sensitivitas dari penderita untuk berbicara dgn dokter, dgn keluarga, teman dekat yang juga sangat berpengaruh untuk menyadari penyakit tsb.
    Makasih ya Mbak Himma dah baca review ini :)

    ReplyDelete
  4. Kalo dr buku ini: baby blues termasuk penyakit PpD, mbak Sya. baby blues biasanya gak berlangsung lama, kalo berlangsung lama dan efeknya parah itu disebut psikosis pascamelahirkan.

    ReplyDelete
  5. Ibu Anik itu memang bebas. Kan dianggap menderita penyakit jiwa. Semoga putra-putranya menjadi penghuni surga, dan suaminya terus diberi ketabahan. Rencananya buku tentang Anik akan diterbitkan juga di salah satu penerbit grup Mizan.

    ReplyDelete
  6. wah, menarik banget tuh mas! pengen tau apa yg "sebenernya" beliau alami. kapan terbitnya mas?

    ReplyDelete
  7. mba dee, kurang tuh data mengenai bukunya.. harganya brp?

    ReplyDelete
  8. wah, berapa ya? Soalnye dapet buku itu tukeran, rika hehe.
    kayaknya sih sekitar 35-40 ribu.

    ReplyDelete
  9. saya pikir juga seperti itu mbak, karena sedikit banyak aku kenal dia.
    Dia teman SMA-ku.

    ReplyDelete
  10. kesalahan aku yang nerjemahin, mbak dee... waktu nerjemahin kover ingatnya sama kuliah sendiri, hihhihihi.... maaf... semoga cepet cetak ulang, jadi bisa langsung diganti.

    ReplyDelete
  11. oh iya, setuju... aku juga ga suka kovernya ini. terlalu klinis, hikkss....

    ReplyDelete
  12. akhirnya keluar review nya...makasih banget ya mba dee:)
    lengkap banget nih;)..waktu itu aku jg sempet nonton oprah tp pas udah mau abis..
    jadi aja ga tau lengkapnya...kasian ya broke shield nya..ga nyangka banyak banget cobaannya..
    jadi PpD itu munculnya belom tentu right after delivery ya mba..berarti aku hrs waspada nih:-s
    duhh..pokoknya makasi ya mba dah ngereview in lengkap gini:)

    ReplyDelete
  13. *membaca dengan tekun*
    Pyuuuuuuuuuuh, sudah selesai! Lengkap banget. Mba Dee hebat, bisa menulis review semenarik ini, ck ck ck ck... jadi pingin baca sendiri deh :-)

    ReplyDelete
  14. Oo... gimana keadaaan beliau sekarang ya, mbak? aku jadi penasaran. Semoga Allah melindungi beliau.

    ReplyDelete
  15. terus krn keasyikan nerjemahin, jadi nganggep ntu buku dikau yg nulis ya, ntie, so pendidikannya jadi inget ama pendidikan sendiri deh, hihihihi
    gak apa lagi ntie, inggris - prancis kan deket ;)

    ReplyDelete
  16. sama, dianti yg manis ;)
    iya, waspada buat diri sendiri juga buat mewaspadai orang lain (maksudnya lebih peka dgn kondisi teman/sahabat/keluarga kita yg mungkin ada tanda2 PpD, gitu kali ya :)

    ReplyDelete
  17. hihi, kepanjangan yak, ma? abis keasyikan nulisnya ;)
    hayuuk, dibaca! pasti di leeds ada deh :)

    ReplyDelete
  18. *langsung kabuuuuuuuur* daftar bacaanku masih panjang banget Mba, huhuhuhuhu T_T

    ReplyDelete
  19. *ngejar* samma lageee.... bacaan mba juga ebrtumpuk. bedanya sih, kayaknya Ima buat tesis (?), mba buat tenang2 aja (senang2 maksudnya *garink deh* hehe)

    ReplyDelete
  20. Wah, Mbak Dee, saya lagi mantau terus niy, jangan sampai kena PpD juga. Makasih Mbak...

    ReplyDelete
  21. Imho, salah satu penyebab: Kurang ikhlas menerima kondisi. Ada gak di daftarnya Mbak Dee...?

    ReplyDelete
  22. wah, didoain ya Mbak, semoga Mbak dijauhkan dari PpD. sama2 mbak, kembali kasih :)

    ReplyDelete
  23. yup, betul mbak. di bukunya sih, brooke gak secara langsung bilang begitu, tapi kita bisa nangkep dari penuturannya secara keseluruhan.

    ReplyDelete
  24. Iya, kebanyakan buku dari Barat gak nulis begitu. Gak tau deh yang dari Ina gimana. Ini yang terus berusaha saya jaga...

    ReplyDelete
  25. Khusus true story ibu-ibu Indonesia, silahkan baca buku "Baby Blues" *numpang promosi Mbak Dee hehehe....*

    ReplyDelete

Post a Comment