Penjual Buku/Majalah Bekas Favoritku Raib

Ingat pembersihan 'kembali' lapak-lapak kaki lima beberapa waktu lalu untuk keperluan jalur busway kan? Kali ini giliran
daerah Jatinegara (depan pasar proyek). Saya pikir cuma di sekitar sana aja (pasar proyek). Ternyata sampai
stasiun Jatinegara, terus hingga ke pintu baru (dekat Pisangan Baru).



Dua (atau tiga?) minggu lalu seperti biasa saya ke penjual majalah/buku bekas
favorit di depan stasiun Jatinegara. Sudah puluhan tahun saya langganan. Sejak
SD lho, dari beli Bobo, Donald Bebek, Lucky Luke dll, sampai sekarang nyarinya
Femina, Tempo, Swa, Gatra, dll, kadang masih beli juga Donald Bebek, majalah
remaja (biar keep in touch ama dunia remaja gituh ;). Biasanya saya datang
sebulan sekali, sekali beli bisa ngangkut satu kardus, hehe. Penjual favorit
saya adalah sepasang kakek-nenek. Beli majalah/buku bekas sama mereka asyik,
murah dan baik. Biasanya saya pilih sampai setumpuk, trus tanya harga, tawar
sebentar, langsung dikasi ama si kakek/nenek. Dari cuma punya satu lapak
(meja), sekarang mereka punya dua. Sang nenek sendiri baru beberapa bulan
mengenakan jilbab.



Nah pas sampai di sana...
lho, kok bersih? Saya cari-cari, mungkin ngumpet di pojokan gituh, nggak ada juga.
Yang ada petugas tramtib yang jaga (katanya 24 jam) dengan wajah terkantuk-kantuk.
Duh, sedih dan sebel banget. Padahal saya lagi ‘haus’ banget pengen baca-baca beragam
majalah. Tahu sendiri kan
kalau setiap terbit beli ntu majalah-majalah, lumayan banget. Hitung aja kalau
rata-rata harga majalah 15 ribu, kalau misalnya beli 10 majalah, sebulan 150
ribu (belum termasuk langganan 2 koran di rumah). Paling sesekali saya beli
baru (diatur gitu). Nah, kalau beli bekas kan lumayan banget. Cuma 10-20% dari harga
asli. Malah kalo beruntung bisa dapat yang cuma beda 1 nomor. Jadi bawa 50 ribu
saya dapet satu karung majalah (hiperbola), seplastik gituh :).

Seminggu kemudian saya datang lagi, penjual-penjual majalah
di depan stasiun tetap nggak ada. Tapi penjual baju, kaset/VCD/DVD bajakan, dll
udah berderet lagi, cuma nggaks ebanyak sebelumnya. Cuma mereka pinter, menggelar dagangan hanya dengan
selembar terpal, nggak seperti biasanya pakai lapak semipermanen dari kayu. Sepertinya
jaga-jaga kalau ada penertiban lagi.

Ke mana penjual-penjual majalah/buku bekas? Wallahu’alam.
Saya juga jadi sedih inget kakek-nenek penjual favorit saya. Bodohnya, saya
nggak tahu rumah mereka. Kalau tahu kan
bisa disamperin.

Selain di Jatinegara, sebenarnya penjual majalah/buku bekas banyak di daerah
Senen. Tapi Jatinegara lebih dekat dengan rumah. Jarang-jarang juga ke Senen.

Belum lama ke Depok naik kereta (udah lama nggak naik), eh
di stasiun Tebet udah banyak juga penjual majalah bekas. Asyiiiik. Meski
harganya lebih mahal dibanding di Jatinegara, nggak apa deh, paling nggak masih
lebih murah dibanding beli baru setiap nomor :).