Kamu bisa melihat?










Ya, bisa melihat
kan?
Bisa baca Qur’an
kan? *Meski mungkin terbata*
Punya Qur’an
berapa? 1, 2, 3, 10?
Harga waktu beli?
20 ribu, 30, 50 ribu? Atau gratis?





Bersyukurlah...





Kunjungan
rekan-rekan dari Ummi Maktum Voice (UMV) – Pak entang, Pak Dani, dan Pak
Dadan-- kemarin mengingatkan betapa nikmat penglihatan benar-benar anugerah yang
tak terbayar meski dengan satu gunung berlian *gak hiperbola*. Dan betapa
tilawah huruf demi huruf, kata demi kata yang saya baca dari Al-Qur’an juga
nikmat yang takkan terbeli. Yaa, maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu
dustakan?





Rekan-rekan dari UMV
datang bersilaturahim ke Ummigroup untuk menjalin kerjasama Program 500 Set
Al-Qur’an Braille. Oh ya, mungkin sudah pernah dengar nama UMV? Yup, sebelumnya
mereka dikenal sebagai munsyid tuna netra. Kemudian ‘melebarkan sayap’ pada
program pemberdayaan tuna netra, salah satunya adalah program Al-Qur’an braille
ini.





Selama ini kita
(saya terutama) mungkin sering lupa dengan saudara-saudara kita penyandang tuna
netra. Betapa mereka sebenarnya sama dengan kita. Bahkan pada dasarnya mereka ‘lebih’
dari kita. Kekurangan mereka adalah kelebihan di hadapan Allah.





Ada sekitar 1,5%
penyandang tuna netra di negeri ini. Berarti jumlahnya sekitar 2 juta orang.
Dari jumlah itu, 80-90% adalah muslim. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat muslim
mestinya bisa dimiliki oleh mereka juga. Mereka dapat membacanya (bukan sekadar
mendengar). Tapi kenyataannya, hanya segelintir penyandang tuna netra yang
memiliki Qur’an. Dan bisa ditebak, lebih sedikit lagi yang dapat membaca Qur’an.





Salah satu
kendalanya adalah harga Al-Qur’an braille yang mahal. Padahal mungkin kita tahu
sendiri, para penyandang tuna netra sebagian besar tak memiliki profesi yang
dapat menghasilkan uang cukup. “Kebanyak tukang pijat dan pengamen,” begitu
kata Pak Entang, anggota UMV. “Jangankan untuk membeli Qur’an braille, untuk
makan sehari-hari pun masih kekurangan.”



Mau tahu harga
Qur’an braille? 50 ribu rupiah.





Itu harga satu
juz lho, bukan 1 Qur’an (30 juz). Jadi kalau 30 juz harganya sekitar Rp 1,5
juta. Bandingkan dengan Qur’an biasa yang sehari-hari kita gunakan, harganya
paling berkisar 20-100 ribu.





Untuk itulah UMV
mengadakan “Program 500 set Al-Qur’an Braille”. Al-Quran tersebut nanti akan
disebar. Dari 2 juta penyandang tuna netra, tentu jumlah 500 sangat sedikit
sekali. Tapi, ini adalah langkah awal.





Silakan, bila
teman-teman mau membantu. Apalagi menjelang Ramadhan ini. Bayangkan investasi akhirat
yang kita tanam. Bila saudara-saudara kita penyandang tuna netra tersebut
membaca huruf-demi huruf Al-Qur’an yang kira sumbang (dan satu Qur’an tidak
dibaca hanya satu roang saja, bahkan bisa turun temurun). Satu huruf saja yang
dibaca ganjarannya satu kebaikan. Bayangkan bila. Ini adalah tawaran investasi
akhirat yang begitu besar.





Saya sempat
melihat contoh Qur’an Braille yang dibawa oleh Pak Entang dkk. Ukurannya folio,
kertas yang dipakai semacam karton (tentu, karena akan sering ditekan-tekan,
ajdi dipakai kertas tebal). Tebal 1 juz kira-kira 50 halaman. Pak Entang juga
sempat mendemonstrasikan membaca Qur’an braille.





Oh ya,d ana yang
mereka butuhkan sekitar Rp 1,2 milyar. Rp 750 juta untuk 500 set Al-Qur’an, dan
sisanya untuk pendistribusian, pelatihan dan pembinan, diklat, dsb. Sebab,
untuk dapat membaca Al-Qur’an braille, para penyandang tuna netra juga perlu
dilatih.



Kontak, bisa
hubungi langsung UMV:









Jl. Pasir Salam
29, Bandung 40254
Telp/fax (022)
522-8552
E-mail: alquran_braille@yahoo.com

Rekening:









Bank Muamalat No.
101.38229.20 a/n Dani Nurakhman
Bank Mandiri KK
Bandung Sumber Sari No 130.00.047880.33 a/n Entang Kurniawan
BCA KCP Buah Batu
No. 775.017.1669 a/n Dani Nurakhman
 



Hayoo, fastabiqul
khairat!



 



Foto:





1—Al-Qur’an
Braille (1 juz)
2—Pak Entang
membaca Qur’an braille.



 



 





Comments

  1. program yang sungguh mulia, kita memang harus selalu bersyukur.

    ReplyDelete
  2. yup, semoga tak pernah henti syukur terucap di stiap helah napas.

    ReplyDelete
  3. wah kebetulan.. akuw memang lagi berniat banget untuk bantu program ini. terima kasih ya infonya!

    ReplyDelete
  4. sama-sama, pipitta (kembali kasih :). alhamdulillah, seneng banget info ini bisa membantu :)

    ReplyDelete
  5. Aku dulu juga kerja untuk program tunanetra, Dee. Tapi waktu itu kerjasamanya dengan Yayasan Mitranetra Jakarta. Memang program Braille itu mahal banget. Udah kertasnya harus pake kertas khusus, mesinnya mahal, ditambah masalah klasik: kekurangan dana. Soalnya alokasi pemerintah untuk penyandang cacat memang pas-pasan.

    ReplyDelete
  6. Wah, udah pengalaman ya Mbak :). Beberapa waktu lalu Yayasan Mitranetra juga menawarkan FLP untuk menerjemahkan buku2nya ke huruf Braille. Kita seneng banget diajak kerjasama. Iya, bener mbak, dana emang soal klasik. kalo udah kayak gini memang harus kembali lagi ke masyarakat. Ngarepin pemerintah kadang capek sendiri.

    ReplyDelete
  7. Nggak pengalaman2 amat sih.... wong cuman sempat terlibat setahun setelah itu nikah dan pindahan ke sini.... :)

    ReplyDelete
  8. Subhanallah, semangat ini patut diacungi jempol dan didukung! Thanks ya atas infonya. Jazakillah!

    ReplyDelete
  9. subhanallah...
    malu doong ya orang yg bisa melihat nomral
    tapi masih malas baca qur'an

    ReplyDelete
  10. Subhanallah, aku jadi merasa ditampar Mba, hiks :(

    Makasih banyak utk tulisan Mba Dee kali ini, penuh ibroh, subhanallah!
    Soal ketidakpedulian pemerintah sama disable people bukan rahasia lagi! Kemarin Mba Mimi *salah seorang pengurus LSM netra di Jakarta* dikuliahkan oleh BC, dan diujung kuliahnya dia berujar, disini (UK) benar2 surga bagi disable, sementara di Indonesia, benar2 sebaliknya, hiks :-(

    ReplyDelete
  11. subhanallah...
    jadi malu.. aku yang bisa melihat dengan sempurna ternyata kurang bersyukur selama ini.. :(

    ReplyDelete
  12. Mbak Dee, boleh gak tulisan Mbak ini au forward ke teman2? Sapa tahu ada yang minat bantu...

    ReplyDelete
  13. iya nih...boleh memforward nya ?

    terus...apa harus melapor kalo sudah mengirim, maksudnya biar gak tercampur dengan uang pribadi gitu ? atau emang sudah dibuatkan rekening sendiri ?

    ReplyDelete
  14. Mbak Yuli: Oo, tapi setahun itu pasti pengalaman berharga ya mbak :)

    Mas Arman: Sama-sama... semoga info ini bermanfaat

    Mbak Ani: sama-sama juga, mbak :)

    ReplyDelete
  15. Jangankan yg disable, yang normal aja kebutuhannya masih kurang diperhatiin. Lihat coba trotoar jalan, susah nyari yang bener2 aman buat pejalan kaki. Duh, jadi pesimis lagi ama negeri sendiri :(. Sedih ya sodara2 kita yg tunanetra, bener2 berjuang banget hidup di negeri ini.

    ReplyDelete
  16. iya, tin. kalo udah dihadapkan sama yang punya kekurangan, sering kali baru deh kita inget, hiks, samaa...

    ReplyDelete
  17. Mbak Titut, Mas Mamat, silakan forward ke siapapun, semoga banyak yang terketuk dan dapat membantu sodara2 kita yang tunanetra.
    Kalo sudah menyumbang, silakan langsung aja kontak ke panitia ya. Kirim email atau telepon (spt yang sudah saya cantumkan) :). Makasih banyak sebelumnya.

    ReplyDelete
  18. Mereka berjuang untuk hal yang paling indah.

    ReplyDelete
  19. pengen bantu tapi hanya bisa dengan memuji upaya mereka saja.

    ReplyDelete
  20. halo mbak. hihi saya hendra.. nggak sangka ketemu d multiply... saya tmn waktu jadi jury kmrn acara UMV

    ReplyDelete
  21. mba aku add yah , mari kita membantu

    ReplyDelete

Post a Comment