Paradise Now

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Film ini "panen" penghargaan. Dalam ajang Oscar 2006, film ini termasuk nominasi “best foreign film”, namun kalah oleh Tsotsi, film asal Afrika. Tapi di penghargaan lain, Paradise Now berjaya, termasuk sebagai “best foreign language film” di ajang Golden Globe. Juga di Berlin International Film Festival, Emden International Film Festival, Independent Spririt Awards, Nederlands Film Festival, hingga European Film Awards. Total 12 penghargaan dan 5 nominasi diperoleh Paradise Now (Al Jannah al Aan).

Itu pula yang membuat saya penasaran pengen banget menonton film ini. Pasti ada banyak kelebihan hingga film ini mendapat banyak penghargaan. Alhamdulillah dapat DVDnya, bajakan sih karena memang belum beredar di sini sinemanya (ssstt... dapet di Ratu Plaza, baru pertama kali beli di sana, dan ternyata bule-bule banyak yang beli bajakan juga, *kirain mereka antibajakan, ternyata... :D).

Film yang disutradarai Hany Abu Assaad ini berkisah tentang dua orang pemuda bernama Said (diperankan Kais Nashef) dan Khaled (Ali Suliman) yang sehari-hari bekerja sebagai mekanik di kota Nablus, senang duduk-duduk sambil mengisap nargila (semacam rokok). Suatu hari datang berita dari Jamal (Amer Hlehel) bahwa mereka telah terpilih untuk melakukan aksi istisyhadiyah (bom syahid). Maka persiapan pun dilakukan. Mereka rencananya akan melakukan aksi di Tel Aviv. Jamal, sebagai perantara, menjelaskan pada dua sahabat tersebut prosedur melakukan aksi bom syahid. Mereka tidak boleh memberi rencana aksi tersebut kepada keluarga mereka. Selain itu, Said dan Khaled juga dipertemukan dengan pimpinan kelompok, Abu Karem (Ashraf Barhom).

Seperti istisyhadi (pelaku bom syahid) lain, sebelum beraksi Said dan Khaled direkam video. Biasanya saat itu mereka memberi pesan mengapa mereka melakukan aksi itu, serta mengucapkan selamat tinggal pada keluarga. Nah, ada sedikit ironis (bikin ketawa juga sih) di sini. Ketika hampir selesai memberi pesan, ternyata perekam videonya rusak sehingga Khaled harus mengulang dari awal. Duh! Yang aneh, sambil memberi pengarahan, Jamal dengan asyiknya makan roti (yang diberikan Ibu Khales sebelum ia berangkat untuk persiapan melakukan bom syahid).

Hari H pun tiba. Khaled dan Said dimandikan (layaknya jenazah) yang merupakan tradisi pejuang Palestina sebelum mereka gugur. Kemudian dipasangi bom dan mengenakan setelan jas, karena dalam aksi ini mereka akan berpura-pura mau menghadiri pernikahan.

Aksi mereka sempat tertunda karena keburu dicurigai tentara Israel. Saat menyelamatkan diri, Said dan Khaled terpisah. Khaled diperintahkan Abu Karem untuk mencari Said dengan batas waktu tertentu. Sempat ada tuduhan bahwa Said berkhianat, tapi Khaled, yang telah bersahabat dengan Said sejak kecil membantah kemungkinan tersebut. Di sinilah konflik mulai bergerak. Dalam pencariannya terhadap Said yang menghilang, Khaled bertemu dengan Suha, seorang wanita yang baru kembali dari Prancis yang disukai Said, yang juga putri seorang tokoh di wilayah mereka. Menurut Suha bom syahid tak menyelesaikan masalah, we kill, they kill, tak ada habis-habisnya. Pengaruh dari Suha ternyata membuat Khaled ragu, ia pun berbicara dengan Said bahwa yang dikatakan Suha benar, dan sebaiknya mereka tak jadi melakukan aksi itu. Said tak setuju, baginya mungkin itu berlaku buat orang (negeri) lain, tapi tidak buat Palestina.

***

Menonton film ini, akan ada banyak pertanyaan muncul di kepala, mungkin juga muncul sedikit kekecewaan (dan kejanggalan), terutama bila kita terbiasa mendengar aksi bom syahid yang dilakukan kelompok Hamas atau Jihad Islam misalnya. Dalam film ini kita tidak disodori fakta bahwa Said dan Khaled adalah anggota sebuah kelompok yang biasanya melakukan aksi bom syahid. Tak jelas mengapa mereka tiba-tiba terpilih, padahal untuk menjadi pelaku bom syahid, sepertinya tak semudah itu (apalagi bila mengatasnamakan sebuah kelompok). Karakter sebagai seorang bomber juga yang siap mati dan biasanya lebih "kencang" beribadah juga tak terlihat. Ketika pulang dari rumah Suha dini hari, Said melihat Jamal shalat Shubuh. Di sana digambarkan Said hanya sekadar melihat, padahal bisa saja digambarkan ia masbuk pada Jamal. Said dan terutama Khaled juga terlihat lemah dan peragu. Sebenarnya manusiawi terselip rasa takut, apalagi saat seseorang tahu bahwa hidupnya tinggal beberapa saat saja, hanya saja mestinya sikap heroik pejuang Palestina bisa lebih dimunculkan.

Ada juga "pengaruh Hollywood" saat adegan Said dan Suha berciuman sehari sebelum Said melakukan persiapan untuk aksi bom syahid. Jujur saja, saya sempat bete melihat adegan tersebut. Sangat tidak mencerminkan masyarakat Palestina yang relijius. Mungkin memang ada kondisi realistis seperti itu, tapi sebenarnya tak ada hubungan dengan plot film. Yang aneh, dini harinya (sebelum diarahkan oleh Jamal untuk melakukan aksi) Said datang ke rumah Suha, mereka berbincang, duduk berdekatan. Uhuk! Tak heran beberapa kalangan di Palestina mengkritisi film ini, bahkan kabarnya banyak yang tidak menyukai.

Film ini lahir dari orang Palestina sendiri. Dan kita pun maklum, bahwa di Palestina sendiri memang banyak kelompok, yang memiliki sudut pandangan berbeda mengenai hubungan Palestina-Israel.. Ada yang ingin berdamai saja karena lelah berperang (seperti Suha), ada yang skeptis, ada yang terus melawan, sebab hakikatnya bangsa Palestina memang ditindas. Seperti argumen Said pada Khaled, “Bagaimana mungkin menjadi penindas dan korban dalam waktu bersamaan?”. Ia menekankan dimana Israel di satu sisi menjadi penjajah dan menindas rakyat Palestina, di sisi lain dalam berbagai propaganda menyuarakan bahwa mereka juga korban Nazi. Ketika Suha berdebat bahwa melakukan perdamaian adalah pilihan yang realistis, Said berkata, “Tak ada gunanya hidup tanpa martabat”. Seakan sindiran bahwa hidup damai tiada artinya bila martabat bangsa diinjak habis, bahkan dikangkangi.

Kalau kita mengharap di film ini banyak adegan keras menggunakan senjata, bahkan diperlihatkan saat peledakkan diri, maka di film ini hampir sama sekali tidak ada, hanya sekali (seingat saya) suara tembakan. Ini juga sisi menarik film ini, kita lebih disodori dialog. Itu pun sudah cukup membuat Israel cukup kebakaran jenggot. Film ini dianggap akan semakin menyosialisasikan bom syahid. Para diplomat dan kelompok yahudi melobi panitia Academy Awards untuk tidak menyebut Paradise Now berasal dari Palestina. Setelah berkonsultasi dengan Deplu AS (hmm...), akhirnya mereka sepakat menggunakan nama "Otoritas Palestina" sebagai tempat asal film ini.

Di tengah hiruk pikuk perfilman Hollywood dan Bollywood, Paradise Now bisa menjadi oase bagi pecinta film yang rindu nuansa berbeda, apalagi datang dari negeri yang masih berperang (dalam hadist shahih Rasulullah malah hinga akhir jaman nanti).

Meski begitu saya pribadi sangat berharap akan ada film sejenis tapi yang lebih gamblang menampilkan sisi lain aksi bom syahid serta keheroikan pejuang Palestina. Sebab rakyat Palestina sendiri semakin realistis melihat kenyataan, kenyataan bahwa berdamai dengan Israel hanya menambah luka. Tak heran, Hamas menjadi pemenang dalam pemilu yang sangat demokratis beberapa waktu lalu. Dan semua orang pun tahu, Hamas adalah kelompok yang banyak melahirkan aksi istisyhadiyah dengan sayap militernya, Izzudin al-Qasam.

Comments

  1. yaaah..kirain filmnya bener2 memunculkan aksi-aksi bom syahid dengan nuansa religiusitas dan perjuangan yang kental, mba... tapi pastinya ada sesuatu yang lain yah di Paradise Now ini...:)

    ReplyDelete
  2. Yup! paling gak kita bisa melihat palestina langsung dari orang palestinanya sendiri, meski tetap saja point a view orang palestina juga bermacam2.
    Aaah Ami, mending berani lagi nonton film yang bomnya meledak, hehehe.
    Oiya, kalo mo minjem ngantri abis Iyos, sekarang masih di Mba Mala ;p

    ReplyDelete
  3. Secara umum saya salut dengan pembuatan film ini. Saya juga tak terlalu protes dengan "keanehan-2"-nya (soal merokok, sholat, dsb). Karena kalau film-nya digambarkan terlalu Islami, mungkin si pembuat film juga khawatir nanti akan timbul persepsi : Islamnya bagus=pembawa bom. Bisa jadi juga itulah gambaran pembawa bom bunuh diri seutuhnya, seringkali mereka bukan orang yang Islamnya oh-so-good. We never know. Wallahu'alam...

    ReplyDelete
  4. Mungkin juga ya, Mbak, banyak tafsir dari film tsb setelah nonton. Aku aja ama temen sempet debat abis, kenapa begini-begitu. Apalagi temenku itu agak keras alirannya, hehe, ampe bilang film itu propaganda. Mungkin juga persepsiku selama ini para bomber (dari yang aku baca di buku2 dan lihat VCD, esp. bomber dari Hamas & Jihad Islam) memang gak seperti itu. Tapi dengan film itu ada sudut pandang lain, bahwa di Palestina, negeri para nabi, negeri para syahid, juga ada yang kurang islami, tapi tekad mereka untuk menjadi syahid tetap ada.
    Aku juga salut dengan pembuatan film ini, apalagi katanya mereka (sutradara atau produsernya gitu) sempet disandera. Trus sempet kucing2an juga ama tentara Israel. Soal beda opini dan kabarnya di Palestina sendiri kurang disukai, aku pikir wajar juga. Ini malah lecutan untuk kreator film lain membuat film dengan sudut pandang yang lain

    ReplyDelete
  5. Saya nonton film ini di kampus sambil ada diskusi setelah pemutarannya dg dosen politik juga dari sejarah satu lagi sociologi kali ya.
    Juga nonton ini karena dipromosiin teaching assistant yang ngajar saya arabic di kampus . Di asli orang Nablus, bahkan adiknya main di film itu yang jadi camera-man. Menurut dia orang2 di Nablus agak kecewa dengan film ini karena tidak menggambarkan betul suasana penduduk kota Nablus dan bagaimana penderitaan mereka. Juga situasi persiapan bom syahid apa begitu ..dia tidak tahu apa begitu..aneh soalnya ...dishalatkan dulu ...

    ReplyDelete
  6. mbak koq saya nggak aneh dg itu..karena di sana perempuan pun suka merokok..bahkan banyak laki2 dari sana sekitar saya pada ngerokok.

    ReplyDelete
  7. Suha khan lahir di Perancis besar di Maroko..nggak heran kalau lelah ..maunya enak aja sich...kali ada unsur sindiran kali ...tokoh politiknya banyak membesarkan anak malah di luar makanya begitu pulang ..Aksen arabnya aja aneh...

    ReplyDelete
  8. kayaknya sih emang sindiran ya, mana namanya mirip lagi ama tante suha ya itu, yg juga jebolan prancis :)

    ReplyDelete

Post a Comment