BAB-BAB JILBAB
Bab Nggak Ngerti
Memakai khimar alias kerudung, yang di Indonesia bekennya disebut
jilbab, buat saya hanya dipakai untuk nenek-nenek! Yah, mohon maklum
deh, soalnya zaman segitu yang banyak ‘berkeliaran’ mengenakan
kerudung, yaa nenek-nenek kita. Jarang banget kan saat itu ada wanita
berkerudung rapi seperti sekarang ini yang bisa kita temui di
mana-mana. Palingan ibu-ibu atau nenek-nenek kita kalau mau mengaji.
Begitulah yang ada di pikiran saya, juga realita yang ada saat itu.
Bab Cari Tahu
Entah kenapa, saat SMP, saya mulai berpikir tentang jilbab. Nggak
berpikir buat memakainya sih, baru ngeh saja dengan mulai banyaknya
muslimah yang mengenakan jilbab. Tahun 80-an kesadaran berjilbab di
kalangan muslimah memang mulai meningkat. Saya baru ngeh lho kalau
jilbab itu ternyata wajib buat muslimah (kesian yah!). Tapi, yaa… baru
sekadar ngeh saja, buat memakainya sih, nanti duluuu. Masih lamaaa.
Belanda masih jauh gitu lho!
Bab Pengen
Masuk SMA, semakin banyak saya lihat muslimah mengenakan jilbab.
‘Kesadaran inteletual dan spiritual’ menurut saya, sebab yang banyak
mengenakan jilbab adalah mahasiswi dan pelajar. Di sekolah saya juga
cukup banyak. Yang mengagetkan buat saya adalah seorang teman, yang
waktu SMP pernah sekelas dengan saya. Teman saya ini gaul banget
orangnya, se-gang dengan cewek-cewek yang juga gaul. Nah, beberapa
bulan di SMA saya surprise dengan perubahan penampilannya. Dia pakai
jilbab! Saya benar-benar nggak nyangka. Bukan apa-apa, soalnya dia gaul
banget.
Waktu itu jilbab belum boleh dikenakan di sekolah. Jadi, teman saya itu
dan beberapa teman lain serta kakak-kakak kelas, kucing-kucingan dengan
guru dan kepala sekolah. Saya kagum dengan mereka. Apalagi rata-rata
muslimah berjilbab di sekolah saya pintar-pintar. Ikhwannya pun
pintar-pintar, bahkan menajdi lulusan terbaik sekolah. Saya pun lebih
ngeh lagi kalau jilbab benar-benar wajib buat muslimah. Saya kepengen
pakai jilbab, tapi… suatu saat nanti.
Bab Makin Pengen
Lulus SMA, saya melanjutkan kuliah di fakultas
sastra (sekarang fakultas ilmu budaya) UI. Muslimah berjilbab bukan
‘barang aneh’ lagi. Entah kenapa, awalnya saya ingin sekali
beraktifitas (selain belajar) di Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam)nya UI,
bahkan ingin juga ikut Resimen Mahasiswa (Menwa), itu lho militer ala
mahasiswa. Hampir mendaftar, tapi lha kok, saya malah kepincut masuk
Formasi (Forum Amal dan Studi Islam FS-UI.
Saya belajar lebih banyak tentang Islam. Semakin
nyadar, dan semakin pengen mengenakan jilbab. Tapi bawaaanya masih
belum siap saja. Tapi saya mulai ‘menyopankan’ pakaian saya. Yang
biasanya celana jeans dan kaos, mulai saya panjangi, pakai kemeja.
Terus perlahan celana jeans nge-pas diganti kulot.
Bab Make Beneran
Di semester empat, akhirnya saya nggak mau menunda lagi. Saya harus
pakai! Meski tetap saja, pakai momen segala, pas 17 Ramadhan, biar
ingat terus gitu *dasar!*. Saya termasuk orang yang perlahan dalam
perubahan, nggak revolusioner. Deuu, emang pejuang? Eh, memakai jilbab
perlu perjuangan lho, so bisa disebut pejuang juga dong. Oke, back to
the topic, Nggak seperti beberapa teman yang revolusioner langsung
berubah, baik dari penampilan (seperti busana gamis, jilbab panjang
lebar) saya mah benar-benar bertahap. Bukan apa-apa, saya orangnya
cukup slebor. Apalagi sejak kecil saya memang emoh pakai rok (kecuali
seragam sekolah), jadi ya saya pakai celana panjang atau kulot.
Bab Keserimpet Kedubrakk
Pernah saya pakai rok, pas turun bus sebagian rok
tersangkut di penahan pintu bus, dan… saya sukses nyungsep,
saudara-saudara! Bukan sekadar lecet-lecet plus malu, robekan rok hitam
saya tertinggal di bus, dan dengan cuek kondekturnya
melambai-melambaikan robekan rok tersebut. Duh! Pernah juga saya
coba-coba pakai gamis, eh lagi-lagi pas mau turun tersangkut. Waktu itu
sih nggak sampai robek, tapi saya tergantung di pintu metromini selama
beberapa saat, sebelum ditolong kondektur melepaskan bagian bawah gamis
saya. Dan masih banyak lagi pengalaman slebor saya.
Lama kelamaan saya sadar, bukan rok atau gamisnya
yang ‘salah’, tapi saya saja yang memang tak hati-hati. Masa-masa
‘keserimpet kedubrak’ sudah terlewati. So, memakai busana muslimah yang
penting itu ada beberapa syarat, yang paling penting: menutupi seluruh
aurat, tidak ketat, dan tidak transparan. Untuk jilbabnya kenakan
menutupi dada. Kita mau pakai gamis kek, rok kek, kulot, nggak masalah,
asal syarat-syarat di atas terpenuhi.
-----------------------
to be continued -- masih ada bab susah, bab untung, bab saran, dll.
Kalo mau tau lanjutannya silakan beli buku "Gara-gara Jilbabku" (LPPH,
2006) -- tulisan bareng jilbaber lain. Kalo gak mau tau lanjutannya gak
apa, kasi tau aja orang yang mau tau lanjutannya *apa seh?!!* hehe.
Peace!
Memakai khimar alias kerudung, yang di Indonesia bekennya disebut
jilbab, buat saya hanya dipakai untuk nenek-nenek! Yah, mohon maklum
deh, soalnya zaman segitu yang banyak ‘berkeliaran’ mengenakan
kerudung, yaa nenek-nenek kita. Jarang banget kan saat itu ada wanita
berkerudung rapi seperti sekarang ini yang bisa kita temui di
mana-mana. Palingan ibu-ibu atau nenek-nenek kita kalau mau mengaji.
Begitulah yang ada di pikiran saya, juga realita yang ada saat itu.
Bab Cari Tahu
Entah kenapa, saat SMP, saya mulai berpikir tentang jilbab. Nggak
berpikir buat memakainya sih, baru ngeh saja dengan mulai banyaknya
muslimah yang mengenakan jilbab. Tahun 80-an kesadaran berjilbab di
kalangan muslimah memang mulai meningkat. Saya baru ngeh lho kalau
jilbab itu ternyata wajib buat muslimah (kesian yah!). Tapi, yaa… baru
sekadar ngeh saja, buat memakainya sih, nanti duluuu. Masih lamaaa.
Belanda masih jauh gitu lho!
Bab Pengen
Masuk SMA, semakin banyak saya lihat muslimah mengenakan jilbab.
‘Kesadaran inteletual dan spiritual’ menurut saya, sebab yang banyak
mengenakan jilbab adalah mahasiswi dan pelajar. Di sekolah saya juga
cukup banyak. Yang mengagetkan buat saya adalah seorang teman, yang
waktu SMP pernah sekelas dengan saya. Teman saya ini gaul banget
orangnya, se-gang dengan cewek-cewek yang juga gaul. Nah, beberapa
bulan di SMA saya surprise dengan perubahan penampilannya. Dia pakai
jilbab! Saya benar-benar nggak nyangka. Bukan apa-apa, soalnya dia gaul
banget.
Waktu itu jilbab belum boleh dikenakan di sekolah. Jadi, teman saya itu
dan beberapa teman lain serta kakak-kakak kelas, kucing-kucingan dengan
guru dan kepala sekolah. Saya kagum dengan mereka. Apalagi rata-rata
muslimah berjilbab di sekolah saya pintar-pintar. Ikhwannya pun
pintar-pintar, bahkan menajdi lulusan terbaik sekolah. Saya pun lebih
ngeh lagi kalau jilbab benar-benar wajib buat muslimah. Saya kepengen
pakai jilbab, tapi… suatu saat nanti.
Bab Makin Pengen
Lulus SMA, saya melanjutkan kuliah di fakultas
sastra (sekarang fakultas ilmu budaya) UI. Muslimah berjilbab bukan
‘barang aneh’ lagi. Entah kenapa, awalnya saya ingin sekali
beraktifitas (selain belajar) di Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam)nya UI,
bahkan ingin juga ikut Resimen Mahasiswa (Menwa), itu lho militer ala
mahasiswa. Hampir mendaftar, tapi lha kok, saya malah kepincut masuk
Formasi (Forum Amal dan Studi Islam FS-UI.
Saya belajar lebih banyak tentang Islam. Semakin
nyadar, dan semakin pengen mengenakan jilbab. Tapi bawaaanya masih
belum siap saja. Tapi saya mulai ‘menyopankan’ pakaian saya. Yang
biasanya celana jeans dan kaos, mulai saya panjangi, pakai kemeja.
Terus perlahan celana jeans nge-pas diganti kulot.
Bab Make Beneran
Di semester empat, akhirnya saya nggak mau menunda lagi. Saya harus
pakai! Meski tetap saja, pakai momen segala, pas 17 Ramadhan, biar
ingat terus gitu *dasar!*. Saya termasuk orang yang perlahan dalam
perubahan, nggak revolusioner. Deuu, emang pejuang? Eh, memakai jilbab
perlu perjuangan lho, so bisa disebut pejuang juga dong. Oke, back to
the topic, Nggak seperti beberapa teman yang revolusioner langsung
berubah, baik dari penampilan (seperti busana gamis, jilbab panjang
lebar) saya mah benar-benar bertahap. Bukan apa-apa, saya orangnya
cukup slebor. Apalagi sejak kecil saya memang emoh pakai rok (kecuali
seragam sekolah), jadi ya saya pakai celana panjang atau kulot.
Bab Keserimpet Kedubrakk
Pernah saya pakai rok, pas turun bus sebagian rok
tersangkut di penahan pintu bus, dan… saya sukses nyungsep,
saudara-saudara! Bukan sekadar lecet-lecet plus malu, robekan rok hitam
saya tertinggal di bus, dan dengan cuek kondekturnya
melambai-melambaikan robekan rok tersebut. Duh! Pernah juga saya
coba-coba pakai gamis, eh lagi-lagi pas mau turun tersangkut. Waktu itu
sih nggak sampai robek, tapi saya tergantung di pintu metromini selama
beberapa saat, sebelum ditolong kondektur melepaskan bagian bawah gamis
saya. Dan masih banyak lagi pengalaman slebor saya.
Lama kelamaan saya sadar, bukan rok atau gamisnya
yang ‘salah’, tapi saya saja yang memang tak hati-hati. Masa-masa
‘keserimpet kedubrak’ sudah terlewati. So, memakai busana muslimah yang
penting itu ada beberapa syarat, yang paling penting: menutupi seluruh
aurat, tidak ketat, dan tidak transparan. Untuk jilbabnya kenakan
menutupi dada. Kita mau pakai gamis kek, rok kek, kulot, nggak masalah,
asal syarat-syarat di atas terpenuhi.
-----------------------
to be continued -- masih ada bab susah, bab untung, bab saran, dll.
Kalo mau tau lanjutannya silakan beli buku "Gara-gara Jilbabku" (LPPH,
2006) -- tulisan bareng jilbaber lain. Kalo gak mau tau lanjutannya gak
apa, kasi tau aja orang yang mau tau lanjutannya *apa seh?!!* hehe.
Peace!
salah seorang kakak saya, kak lina, juga pake acara bertahap mbak.. pas berjilbabnya.
ReplyDeletefotonya ada di sini. tapi sayang, cuma tampak belakang, hehehehehe....
pertama berjilbab, cuma pendek dan belum disiplin. Kalo keluar rumah, masih suka gak pake jilbab.
Tapi sekarang, dia pake jilbab yang lebar banget. Anehnya, saya pernah bertiga aja di rumahnya: Saya, dia dan istri saya. Saya pikir, semuanya muhrim, jadi dia gak perlu pake jilbab. Tapi eh... dia malah tetap pake jilbab yang lebar itu.
Mungkin karena udah terbiasa ya?
Dulu ketika SMA, saya juga punya teman cewek yang genit dan centil banget. Tapi setelah ikut pesantren kilat, tiba2 dia berjilbab, berubah 180 derajat. Boleh dibilang, dia adalah jilbaber pertama di sekolah saya ketika itu. Padahal orangnya centil banget gitu lho.
Ya, ternyata hidayah memang bisa datang pada siapa saja dan pada saat yang tak terduga.
mudah-mudahan saya bisa ngikutin jejak mbak Dian, Amien.......
ReplyDeleteIya, Mas, mungkin beliau udah terbiasa banget ya, jadi terus make meski di hadapan adik yang boleh aja gak pake. Di rumah saya karena ada ipar, saya juga harus pake terus (kecuali dia gak ada), tapi kalo udah di atas (lantai 2 rumah saya) langsung bukaaa, hehe. Kalo dia mo ke atas harus ijin dulu.
ReplyDeleteHidayah memang milik Allah, tapi kita harus mengusahakannya juga, dan pas dapet harus dijaga, jangan sampai lepas lagi. Soale banyak juga saya temui teman yang akhirnya lepas jilbab. wallahu'alam, motifnya apa, mungkin awal make terpaksa, kurang kuat azzamnya, atau faktor lain.
Subhanallah... Saya doain ya, Mbak Tri, insyaAllah, moga Allah memberikan cinta-Nya selalu buat Mbak Tri. Eh, salam kenal juga ya.. :)
ReplyDeletepertama liat temen pake jilbab waktu kelas 2 smp, aku mikirnya kok dia fanatik amat ya, baru kelas 2 smp dah pake jilbab, rapi dan panjang lagi. Ternyata dia memilih momen itu karena saat itu pertama kai dia dapat "tamu istimewa" pertanda dia baligh. Duh rasanya pengen nangis saat itu karena begitu kuat azzam dia ingin menutup aurat saat memasuki usia baligh.
ReplyDeleteSaya sendiri baru bisa menjulurkan jilbab semenjak sma kelas 2 setelah mengalami beberapa proses juga. Proses mencari kebenaran, berfikir serius, keberanian untuk berhijrah sampai akhirnya istiqomah. Thanks artikelnya Mbak Dian dan maaf kalo kepanjangan.
waaaahhh, mbak Diaaaan itu acara kesangkutnya seru banget.... ampe ngikik2 aku...
ReplyDeletemakanya juga, aku pake rok setelah nemu rok kaos yang bisa melangkah selebar-lebarnya.... jadi kalo naik kereta api di spoor 6 (dulu) gak repot. tinggal naik aja... gak pake minta tulung orang lagi....hihihihii....
ReplyDeleteseruuuuuuuuuuu pengalamannya. insyaallah..banyak yang tercerahkan dg pengalaman mbak yaa...:)
ReplyDeleteMbak Dee .. ada2 aja ceritanya :). Tapi proses seseorang memakai jilbab selalu menarik hati saya, mbak. Soalnya proses saya berjilbab pun rasanya (buat saya pribadi lho hehe ..) adalah proses yang sangat berkesan :)
ReplyDeleteGak apa, Mbak, seneng malah jadi berbagi :). semoga kita semua istiqamah ya Mbak, menjilbabi fisik juga hati. Amiiin.
ReplyDeleteWah, kalo Mbak, semakin lebar rok, semakin bakal sering kesrimpet kedubrak, makanya malah pake yang gak terlalu lebar (model A-line atau I-line--lurus maksudnye hehe). Naek kereta dari spur 6? Tinggal angkat roknye, kan dalemnya pake kulot, haha!
ReplyDeleteAmiiin, mudah2an lebih banyak lagi yang tercerahkan dengan pengalaman Febi :)
ReplyDeleteHayoo, Mbak Betty... cerita dunk! ;)
ReplyDeleteihh..mba dian, kalo rok kaos mah.. gak ribet atuh. kan dia elastis...hehehehhheehehhe.. justu akug ak punya rok model lurus. itu sama juga menyiksa diri sendiri... cause, gak bakalan bisa jalan. kecuali rok itu diangkat...
ReplyDeleteMbak malah gak bisa jalan kalo pake rok lebar, bakal kudu ati2 biar gak nyusruk, hehe. Rok lurusnya kan di belakangnya dikasi rimpel (apa itu namanya?), yang banyak rimpelnya, so pas jalan juga bisa lebar2 kayak hulk, kekekekk. Btw, rok kaos itu lebar gak seh, ra? hihi *gatek rok mode*.
ReplyDeleteTau gak, Ci, kejadian itu pas ada acara di perpustakaan nasional, waktu jaman kuliah dulu, ada peresmian en seminar apa gitu (disuruh dateng ama bu ining kayaknya). So, nyampe tempat acara dgn kondisi compang-camping. Untung dalemnya pake kulot hitam juga, so bisa nyamarin robekan. kebayang gak kalo kulotnya motif belang2 kayak bajunya Bob si napi bandung? huehehe.
ReplyDeletedari sekian banyak komentator di sini, ternyata saya yang paling ganteng
ReplyDeletehiks.. jadi pengen malu :(
rok kaos...? justru gak lebar-lebar banget. cuma elastis... diajak manjat pohon masih oke...! naik motor dengan posisi "nangkring" juga oke...seperti yang biasa saya lakukan hehehehe...
ReplyDeletedi raihan ada kok...
*halah..ngiklan..:P*
huuuuuuuu.........
ReplyDeleteSetudjuuuu..... paling enak kalo pake rok kaos ini, duduk jadi bebas bisa bersila dan macem2 gaya. Kalo rok lurus susah mo duduknya, sempit, terutama buat saya yang chubby:)
ReplyDeleteAku juga chubby, Mbak, bangedd malah, bukan chubby lagi, tapi ndut, hehe. Ok deh, Mbak Lisa, Ira, nanti saya coba beli rok kaos. Siapa tau beli 2 bisa dapet hadiah laptop, kekekkkk...
ReplyDeleteMKY..... Mimpi Kali Yeee...
ReplyDeleteMimpi hari ini kan kenyataan hari esok, huehehehe.... ;)
ReplyDeletewaaah..mbak konsisten banget dengan kalimat ini : Mimpi hari ini kan kenyataan hari esok
ReplyDeletemoga bener2 jadi kenyataan ya mbak...yg baek2 aja pastinya. mba, aku kirim imel, nanya ttg itu *shy shy* :">
Kan kenyataannya bisa tak sesuai harapan, Fe, hihihi. Moga lebih dari harapan. Amin. Imelnya ke yahoo ya? Ok deh, akan dicek, say.
ReplyDeletebetul sekali tuh.
ReplyDeleteCeritanya Dee, sedikit mirip dengan saya, pakai bertahap :)
sukses yah Dee, kapan ketemuan lagi. Belum pernah lihat Kayla kan ? *geer.com*
wassalam
Indahjuli
Wah, samaan kita, Mbak ;).
ReplyDeleteIya nih, belum pernah lihat Kayla. Kapan2 aja Kayla maen ke Annida dunk, kan kakaknya udah, sekarang giliran adeknya diajak ke Nida, hehehehe.
ceritanya m'dee sama kayak aku...tau mesti pake jilbab sih udah lama, dari smp, tapi baru kesampean pake pas kuliah, dasar yaa...:)
ReplyDeletepastinya bertahap, malah sblm pake jilbab, ngebiasain pake rok dulu, atasannya sih kemeja kecil2 gitu hehe...lama-lama betah juga tuh pake rok. dulu sih gak berani pake gamis, kesannya akhwat banget..hehe
nah, skrg m'dee udah gak keserimpet lagi kan kalo pake gamis, mana gamisnya luchu-luchu lagiii ....:)
masih suka sih dikit2 kalo lupa, hehe. gamis luthu2 itu banyakan hadiah, mi ;)
ReplyDeleteGa kok mas jonru... ada saya hehe
ReplyDeleteSalam kenal mbak dee... Moga istiqamah
salam kenal juga, edward. sama2, moga istiqamah juga. makasih ya dah mampir di warung eh mp saya :D
ReplyDeleteMbak bukunya bisa beli dimana ya?
ReplyDeleteIsinya menarik, tapi judulnya menimbulkan interpretasi lain. Kalo saya nggak baca kutipan di sini..wah, bisa salah sangka lho.
ReplyDeleteaslm, whups ...nice...be contineu
ReplyDeleteBAB Pengen Banget: Pengen banget adik bungsu saya yang skr sdh 18 tahun mau memakai jilbabnya...Masih punya kucing ? di rumah saya sdh ada akuarium tuh...-Detective Conan.
ReplyDeletesabar, pak... adek saya aja baru pake pas kuliah. padahal dari sma udah saya suruh pake, cuma akhirnya saya biarkan sesiapnya dia.
ReplyDeletekucing? masih dwoonk!