Rating: | ★★ |
Category: | Books |
Genre: | Literature & Fiction |
Author: | Prisca Primasari |
Autumn, pria empat puluh empat tahun yang trauma pada kehilangan sehingga membuatnya enggan jatuh cinta. Adiknya, Summer, seorang mualaf, meninggal karena leukimia. Lima belas tahun sebelumnya ia juga kehilangan Cometa, anak kekasihnya yang sudah ia dianggap anak sendiri, dibawa menjauh oleh sang ibu dari kehidupan Autumn. Sebelum meninggal, Summer berpesan kepada Autumn agar menemukan Cometa.
Spring, seorang gadis ceria keturunan Indonesia-Amerika, penjual buah apel yang juga seorang backpacker.
Autumn dan Spring. Bertemu saat sama-sama ingin mencari Cometa. Spring berkepentingan terhadap laptopnya yang terbawa Cometa saat mereka pertama kali bertemu di pertemuan backpacker. Sedang Autumn mencari Cometa karena ingin menemukan kembali cinta.
Agar dapat mencari Cometa bersama, Spring mengajukan syarat kepada Autumn: mereka harus menikah. Syarat yang kemudian disetujui Autumn, bahkan ia pun masuk Islam. Pencarian pun dimulai di beberapa negara. Beberapa kali mereka berselisih jalan dengan Cometa. Hampir menemukannya namun tiba-tiba Cometa sudah pergi lagi ke negara lain.
Novel ini sangat filmis. Plotnya lancar, dengan gaya berbahasa yang lincah dan mengalir. Saya menamatkan novel sekali duduk, satu jam saja. Padahal dalam waktu bersamaan ada beberapa buku yang saya baca, namun melihat novel ini yang cantik kovernya dan agak ringan ceritanya, saya tergoda juga :).
Namun ada beberapa hal yang menurut saya kurang eksplorasi dari penulis:
1. Sebagai seorang pria, dalam novel ini psikologis Autumn terlihat seperti seorang wanita. Padahal seorang pria tentu berbeda dengan wanita kala marah, bahagia, sedih, dan sebagainya. Mungkin penulis bisa mencari data. Saya ingat waktu menulis novel Sejuta Cinta di Sydney, saya sempat bikin angket kecil-kecilan yang saya sebar ke sahabat dan teman saya yang pria. Pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan antara lain: Gimana sih cowok kalo marah? Sedih? Gembira? Kalo keinginannya gak tercapai, dsb. Hasil angket tersebut cukup membantu saya mengeksplor karakter tokoh pria dalam novel tersebut, karena dari jawaban teman-teman saya itu memang cukup tergambar "beda"nya cowok sama cewek :).
2. Psikologis Autumn sebagai pria usia empat puluh empat tahun pun kurang terlihat. Di novel ini Autumn terlihat seakan tak berbeda jauh usianya dengan Spring, yang padahal berbeda 20 tahun lebih! Pria usia 44 tahun tentu cara berpikirnya berbeda dengan pria usia 25 tahun, dll.
Juga ada beberapa kejanggalan (hal yang kurang logis) menurut saya:
1. Backpacker. Setahu saya komunitas backpacker adalah orang-orang yang travelling dengan menekan seminimal mungkin biaya, mencari penginapan yang biasa, bukan hotel besar dan mewah (cmiiw). Disebut backpacker pun karena mereka cukup membawa satu tas punggung besar saja. So, agak aneh ketika Cometa (juga Spring yang mengaku backpacker) menginap di Tokyo Dome Hotel, hotel berlantai 43 dengan 1003 kamar.
2. Laptop Spring terbawa oleh Cometa saat mereka pertama kali bertemu di Switzerland pada pertemuan backpacker. Sebuah laptop terbawa pada perkenalan pertama ..?
3. Saat membeli buku di toko Autumn (pertemuan keduanya dengan Autumn), Spring mencari buku tentang Wina karena dia ingin mencari Cometa yang membawa laptopnya. Lantas saat berdua dengan Autumn mencari Cometa, terlihat keanehan, Spring baru pertama kali ke Wina, tapi seakan dia tahu segala sesuatu tentang Wina. Mungkin memang begitu karakter backpacker, tapi tetap agak janggal menurut saya.
4. Syarat harus menikah dengan Autumn agar mereka dapat "bebas" berdua (udah muhrim gitu) untuk mencari Cometa menurut saya juga janggal. Oke, Spring memang muslimah yang taat, tapi menikah hanya karena itu? Ditambah lagi Spring berkata kalau sudah menemukan Cometa, mereka bisa bercerai (meski dia tidak mengharap itu). Itu malah menegasi "ketaatan" Spring sebagai seorang muslimah yang tidak mau "berkhalwat". Sebegitu mudahkah menikah dan "bisa" bercerai? Kenapa tidak misalnya Spring mengajak teman wanitanya sesama backpacker, sehingga dia tidak berdua dengan Autumn kala mencari Cometa. Itu lebih logis.
Anyway, meski kejanggalan-kejanggalan di atas agak mengganggu, namun secara keseluruhan novel ini cukup enak dinikmati. Buat Prima, sang penulis yang masih muda (19 tahun), berkarya terus ya dan tingkatan kualitas. Kamu sudah punya modal menulis dengan asyik lho, Dek... :).
Bukunya berapa halaman bisa dibaca satu jam saja? mba?
ReplyDeleteiya ya mbak covernya cantik... dan judulnya juga menarik...
ReplyDeletekalo baca kisah singkatnya ini, kayaknya jadi pengen baca juga... hehehee..
200 halaman lebih, mbak. Mungkin krn fiksi trus gaya pceritaanya juga ringan so bisa sekali baca hehe.
ReplyDeletemo pinjem, ci? hayook dateng ke rumah mbak hehehe
ReplyDeleteselain itu, mbak mbak semua... si mbak Dian ini kan punya penglihatan super sonic jadinya kalo mbaca buku kayak scan gitu... heuhehe.... selain itu si mbak ini juga bisa baca banyak buku dalam waktu bersamaan tanpa bingung ama ceritaya... wuuueh hebatkan....
ReplyDeleteHuahaha, uci..uci.. kok tau seh? Pas baca Spring in Autumn mbak emang lagi baca 7 ato 8 buku yg laen berbarengan, wakakak. Dear Einstein, Against All enemies, Pembawa kabar dari Andalusia, Perang salib baru, ama bbrp novel lain (gak usah disebutin hihi). Karena smua menarik, tapi belon selese semua, baca Spring cepet karena ringan banget, hehehe (ketauan, emang senengnya baca yg ringan2, pusying dah baca yg berat, makanya IQ kayaknya sekarang rada2 jongkok neh, uhuk!).
ReplyDeleteAduhh...Prisca bener-bener senang sekali!!! Ada yang meresensi novel saya dan ada yang memberikan kritik!!!! Saya akan jawab pertanyaan Mbak Dee.
ReplyDelete> 1. Sebagai seorang pria, dalam novel ini psikologis Autumn terlihat
> seperti seorang wanita. Padahal seorang pria tentu berbeda dengan
> wanita kala marah, bahagia, sedih, dan sebagainya. Mungkin penulis
> bisa mencari data. Saya ingat waktu menulis novel Sejuta Cinta di
> Sydney, saya sempat bikin angket kecil-kecilan yang saya sebar ke
> sahabat dan teman saya yang pria. Pertanyaan-pertanyaan yang saya
> ajukan antara lain: Gimana sih cowok kalo marah? Sedih? Gembira? Kalo
> keinginannya gak tercapai, dsb. Hasil angket tersebut cukup membantu
> saya mengeksplor karakter tokoh pria dalam novel tersebut, karena dari
> jawaban teman-teman saya itu memang cukup tergambar "beda"nya cowok
> sama cewek :).
> 2. Psikologis Autumn sebagai pria usia empat puluh empat tahun pun
> kurang terlihat. Di novel ini Autumn terlihat seakan tak berbeda jauh
> usianya dengan Spring, yang padahal berbeda 20 tahun lebih! Pria usia
> 44 tahun tentu cara berpikirnya berbeda dengan pria usia 25 tahun, dll.
Answer: Memang secara psikologis Autumn agak terlihat seperti seorang wanita; nggak tegas, dll. Alasannya adalah: trauma. Kalau orang sudah trauma, saya kira menjadi gila pun dia bisa, baik orang itu pria maupun wanita, baik usianya sudah 44 tahun ataupun 20 tahun. Saya bisa bilang begitu, karena saya tahu ada seorang pria...yang usianya sudah 44 tahun, tetapi sifatnya masih agak kekanakan dan masih teringat-ingat pada trauma yang pernah ia alami. Karakteristik Autumn memang mirip dengan pria ini, karena itulah saya jadi terinspirasi.
Dan umur seseorang kadang memang nggak sesuai dengan kedewasaan berpikirnya. Ada yang kelihatannya masih kecil tapi amat sangat dewasa, ada pula yang umurnya amat dewasa tapi sama sekali nggak bisa berpikir dewasa.
>
>
> Juga ada beberapa kejanggalan (hal yang kurang logis) menurut saya:
> 1. Backpacker. Setahu saya komunitas backpacker adalah orang-orang
> yang travelling dengan menekan seminimal mungkin biaya, mencari
> penginapan yang biasa, bukan hotel besar dan mewah (cmiiw). Disebut
> backpacker pun karena mereka cukup membawa satu tas punggung besar
> saja. So, agak aneh ketika Cometa (juga Spring yang mengaku
> backpacker) menginap di Tokyo Dome Hotel, hotel berlantai 43 dengan
> 1003 kamar.
Answer: Maaf, ini juga mungkin saya agak khilaf karena lupa menambahkan. Yang mengajak menginap di Tokyo Dome Hotel adalah Autumn, bukan Spring. Kenapa Autumn bisa tahu tentang Tokyo Dome Hotel, padahal dia nggak suka travelling, itu karena Jack, temannya, pernah pergi ke Tokyo.
Backpacker memang tidak akan memilih hotel yang mahal, tetapi itu juga tergantung. Backpacker suka melihat keindahan kota yang ia datangi, dan Cometa pun begitu. Dari Tokyo Dome Hotel, mereka bisa melihat keindahan kota di malam hari dari lantai 43.
>
> 2. Laptop Spring terbawa oleh Cometa saat mereka pertama kali bertemu
> di Switzerland pada pertemuan backpacker. Sebuah laptop terbawa pada
> perkenalan pertama ..?
Answer: Jawaban saya sama dengan jawaban Mbak Ela.
>
> 3. Saat membeli buku di toko Autumn (pertemuan keduanya dengan
> Autumn), Spring mencari buku tentang Wina karena dia ingin mencari
> Cometa yang membawa laptopnya. Lantas saat berdua dengan Autumn
> mencari Cometa, terlihat keanehan, Spring baru pertama kali ke Wina,
> tapi seakan dia tahu segala sesuatu tentang Wina. Mungkin memang
> begitu karakter backpacker, tapi tetap agak janggal menurut saya.
Answer: Karakter backpacker memang begitu. Dan Spring bisa tahu segalanya tentang Wina karena dia membaca buku yang dibeli dari toko Autumn.
>
> 4. Syarat har
Aloow Prisca yang muaniezz banget, makasih juga penjelasannya :). Mengenai psikologis, yang saya soroti lebih kepada eksplorasi. Penjelasan Prisca bisa diterima (kalo gak ntar mbak benjol ditimpuk sepatu ama Prisca hihi), hanya saja akan lebih oke novelnya kalo pergulatan emosi (trauma) Autumn bisa lebih pekat ditampilkan, sehingga pembaca bisa lebih masuk pada pada pergulatan karakter sang tokoh.
ReplyDeleteSoal nginap di Tokyo Dome, nah lho khilafnya Prisca bisa bikin bingung tuh, jadi kita tahu kalo nanya dulu yak ama pengarangnya? hehe.
Tentang Spring dgn persyaratan nikahnya, it's ok saja, Prisca, tapi seperti kasus Autumn di atas, akan lebih menggugah kalau Prisca juga lebih mengeksplor perasaan Spring terhadap Autumn.
Ok deh, Prisca, keep writing ya!
ma kasih banget ya mbak!
ReplyDeletemasih protes backpacker *bingung apakah lebih baik dinamakan saja traveller mbak*
ReplyDeleteDari http://www.mail-archive.com/indobackpacker@yahoogroups.com/msg00346.html
ReplyDeleteBerikut, potongan email terdahulu ttg kata backpacker
Untuk pembuka saya mau menyoal kata 'backpacker'. Mohon maaf untuk OOT-nya.
Backpacker adalah derivat kata backpack. Akar katanya back dan pack.
Back, yang di-Indonesia-kan 'belakang', berasal dari kata Inggris kuno baec.
Consice Oxford Dictionary menyebut baec datang dari bahasa Jerman. Pack
juga pinjaman bahasa Jerman; kata bendanya pak, kata kerjanya pakken.
Penutur bahasa Jawa punya kata 'pak' (mis: sepuluh pak [sepuluh bungkus]
'Jarum Filter') dan bahasa Indonesia memiliki kata 'paket' (dari package)
yang kira-kira semakna.
Sebagai kata benda 'backpack' diberi padanan 'rucksack', di-Indonesia-kan
ransel. Seingat saya, dulu setiap tentara mendapat jatah pembagian ransel
dan bursak. Meski bisa dijinjing atau digendong, lantaran muatannya yang
lebih besar bursak lebih sering digedong.
Sebagai kata kerja 'backpack' diartikan travel atau hike carrying one's
belonging in a rucksack; bepergian atau jalan kaki dengan membawa ransel.
Memang arti 'backpack' telah meluas, mungkin istilahnya amelioratif. Kalau
mau zakelijk, kalau mau per takrif (definisi), yang lebih pas mestinya
'jalan kaki menggendong ransel'. Ransel baru digendong bila si empunya
jalan kaki. Kalau bepergian dengan bis, ransel akan disimpan di bagasi.
Salam dari Sangatta